Sabtu, 15 Maret 2014

Tulisan Endapan Kopi

Oleh  : Larassati Rna
Kelas : XI IPA 9

 “Bodoh”, pekik Rana seraya mencoret tulisannya sendiri. Sudah banyak halaman yang ia robek. Semuanya tergumpal dan berserakan di mejanya. “Ayolah berpikir, Rana. Berpikir”. Tapi kepalanya seperti berhenti. Tidak ada imaji yang memenuhi kepalanya, pun kata yang menggerogoti tenggorokkannya.
Malam ini, semuanya mati rasa.
Rana memandangi lagi tulisan-tulisan yang sudah tidak terbaca itu. Ia meringis, lalu merobeknya. Rana teguk kopi cepat-cepat, seakan semua kata-kata yang dibutuhkannya terendap di dalamnya.   Tapi tak ada apapun selain pahit.
Ponsel genggamnya tiba-tiba bergetar, telpon dari Tanya.

   “Ran? Lo masih idup?”, tanya Tanya seketika telpon terangkat.
   “Nya, bacain gue puisi”
   “Wait, what?”, Tanya terdengar terkejut di ujung telpon. “Puisi?”
   “Iya cepet. Bacain gue puisi apa aja”, tukas Rana tanpa menggubris keterkejutan Tanya, “Atau, atau nyanyi aja deh”

Ada keheningan sesaat. Tanya masih berusaha  mencerna permintaan Rana yang tiba-tiba, “Buat apa, Ran?”
Rana tidak menjawab. Ia menghela napas berat dan memandang sekitarnya.  Kamarnya tampak tak karuan. Pantas saja. Kamar seperti ini bisa melahirkan imaji apapun.

    “Ooh.. gue tau. Lo pasti lagi stres ngejar deadline ya?”, Tanya terkekeh.
    “Jangan ketawa lo. Gimana nih? Stuck. Gue gak ada inspirasi sama sekali”, Rana mengeluh.
    “If you wait for inspiration to write, you’re not a writer”, Rana bisa merasakan senyum Tanya ketika mengucapkannya, Tanya melanjutkan lagi, “you’re a waiter”
    I don’t want to be a waiter” , pungkas Rana cepat.
    “Kalau begitu jangan menunggu inspirasi. Tulis saja. Tulis apapun. Writer or Waiter. You choose
   “Gue udah nulis macem-macem berlembar-lembar tapi enggak ada hasilnya, Nya”, tukas Rana seraya memainkan gumpalan kertas dari mejanya.
    “Lo kebanyakan mikir”
    “Kalau nulis emang harus mikir!”
   “Menulis itu dari hati. Seperti pelukis. Pelukis gak pakai matematika buat menggerakkan kuasnya. Tapi pakai hati. Gerakin pulpen lo pake hati. Jangan otak doang, Ran. Jangan karena tekanan deadline”.
Rana terkesiap mendengarnya. Benar. Tanya benar. Sedari tadi, yang ia lakukan hanya berpikir tentang deadline yang mulai menggedor-gedornya. Tapi tidak memberi kesempatan hatinya untuk terbuka. Yang bergerak hanya jarum jam, tapi tidak hatinya.
    “Ketika novel gue jadi, nama lo bakal ada di halaman Thanks To
    “Dibold, ya”, Tanya tertawa.
    “Bold, italic, underline dengan huruf kapital”, imbuh Rana, ikut tertawa, “Terimakasih atas quote tadi. Super sekali, Mba Tanya. Bakal gue masukin di novel nanti”
    “Oke. Jangan lupa tambahin nama Dan Ponyter di bawahnya, ya”
    “Lho? Itu bukan bikinan lo sendiri?”, Rana menaikkan alisnya, tapi kemudian tertawa, “Gak jadi super deh, Mba Tanya”
    “Hahaha, yasudah sana, lanjutin lagi tulisan lo! Kalau udah kelar kabarin, ya!”
Rana mengiyakan, mengucapkan terimakasih lagi, dan menutup sambungan. Ia memandang halaman kertas kosongnya lagi. Kini sambil tersenyum sumringah, “Let’s do this”

***

Halaman itu mulai penuh dengan tulisan-tulisan acak, namun terbaca dan lebih sistematis. Rana mengagumi halamannya lagi. Imaji sudah tumpah ruah ke kertas itu. Ternyata sedari tadi, imaji tidak bersembunyi di endapan kopi.
Rana meraih gelas kopi dengan tangan kanannya, sekaligus meraup telpon genggam dengan tangan kiri untuk mengecek jam. Tetiba, ponselnya bergetar mengejutkannya.

Prakk!
Gelas itu terjatuh dari genggamnya. Mendarat dengan posisi miring di meja. Rana terlambat. Kopi yang masih tersisa telah merambat turun, melembar, dan merembes di pori-pori kertasnya.
Kertas yang baru saja dikaguminya.
    
     “Ran? Gimana tulisan lo?”, suara Tanya terdengar berdenging. “Ran? Lo udah selesai belum? Kok diem?”
     “Tanya”, lirih Rana, memandangi dengan tidak percaya kertas kecoklatan di hadapannya.
     “Ya? Kenapa, Ran? Lo udah selesai? Gimana, gimana?”, Tanya terdengar tidak sabar di ujung telpon.

Ada keheningan panjang setelahnya, sebelum membuka mulut lagi, Rana berteriak frustasi, “TANYASYA PUTRI GUNAWAN. GUE GAK AKAN NULIS NAMA LO  DI DALEM NOVEL GUE!”

Menulis Tulisanku

Oleh  : Shelly Ila Amalia
Kelas : X IPA 4

Selembar kertas menemaniku
Dikala sendu, gundah
Pena juga menemaniku
Mereka layaknya dua sejoli yang tak pernah berpisah
Aku bukanlah pihak ketiga di antara mereka
Aku hanya ingin berbagi cerita melalui mereka
Mingkin tulisanku tak seindah pelangi setelah hujan
Namun percayalah

Menulis tulisan akan seindah pelangi setelah hujan

Coret-Coret Tulisan

Oleh   :  Rara
Kelas  : X IPA 4

Tulisan itu apa sih? Yang berisi kata? Yang berisi angka? Atau yang berisi campuran antara kata dan angka? Ya, ya, dan ya. Masih belum mengerti juga? Jadi tulisan itu adalah hasil karya kita dalam menulis atau hasil pemikiran kita tentang sesuatu yang dituangkan dalam bentuk kalimat per kalimat. Biasanya orang lebih mengenalnya dengan istilah coret-coret.

Cerpen, puisi, pantun juga termasuk kedalam jenis tulisan. Bahkan kaligrafi sekalipun juga termasuk jenis tulisan. Semua orang pasti bisa membuat tulisan. Dari kecil kalian pasti diajari menulis, hasil menulis kalian itulah yang disebut tulisan.

Tapi banyak sekali orang sangat kebingungan saat disuruh menulis, terkadang kita bingung dengan apa yang ingin kita tulis dan harus dari mana kita mulai menulis. Hanya ada satu jawaban yaitu menulislah sesuai pikiran dan hatimu. Imajinasikanlah tulisanmu sehingga membuat tulisan itu menjadi unik beda dari yang lain. Biasanya orang yang pemalu suka menulis, ini karena mereka ingin mengutarakan pendapatnya tapi perlu diingat dalam membuat tulisan kita tidak boleh menjatuhkan satu sama lain, kita harus menghargai karya tulisan orang lain, dan juga jangan takut untuk menulis karena tidak ada salahnya jika kita menulis selagi yang kita tulis adalah hal-hal positif.

Isi dari tulisan itu sangat bermanfaat dan selalu digunakan oleh manusia dari zaman nenek moyang sampai sekarang. Kalian bisa mengetahui huruf alphabet juga dari tulisan. Banyak loh orang yang sukses hanya bermodalkan dengan tulisannya saja, contohnya para wartawan atau kuli tinta yang setiap hari bergulat dengan tulisan. Tidak hanya wartawan di semua pekerjaan kita pasti tetap harus membuat tulisan meskipun itu tukang bangunan, penjual sayur, bahkan penjual ayam potong sekalipun masih tetap harus menulis walaupun pekerjaanya tidak berhubungan dengan tulis menulis.

Jadi mulai hari ini biasakanlah membuat tulisan. Karena sepintar apapun kamu ataupun sekaya apapun kamu tetap harus menulis.


Menulis

Oleh   : Hashifa Sabhati 
Kelas : XI IPA 7

Bagi saya dan teman-teman—sesama pelajar, menulis merupakan rutinitas sehari-hari. Baik saat mencatat hal-hal penting yang diterangkan guru di depan kelas, membuat catatan kecil sebagai pengingat tugas, bertukar surat dengan teman sebangku hanya untuk mencegah kantuk, bergantian menulis paragraf cerita bersambung yang dibuat bersama teman sekelas, membuat coretan tidak jelas karena mengantuk, menulis jawaban essay ulangan PKn atau Bahasa Indonesia sepanjang mungkin, hingga berulang-ulang menulis huruf Kana pada detik-detik menjelang pelajaran Bahasa Jepang. Ya, kami menulis setiap hari.

Bagi sebagian orang, menulis adalah pekerjaan. Ada juga yang menulis karena tuntutan. Bagi kami pelajar, menulis adalah kebiasaan. Dan bagi saya, menulis juga adalah pelarian. Pelarian saat pikiran saya sudah tidak karuan. Menulis tanpa berpikir. Menulis tentang apa saja. Terus menulis sampai saya sudah tidak tahu lagi apa yang akan saya tulis. Begitu seterusnya.

Pernah ada seseorang yang mengatakan, “Saat kamu ingin menyampaikan sesuatu namun hal itu terasa sulit, atau kamu merasa malu membicarakannya, tulislah. Tulis surat lalu sampaikan suratmu”. Baru-baru ini saya mencobanya dan saya suka cara itu. Karena tidak semua orang berani berbicara dan tidak sedikit pula orang yang lebih berani menulis. Menerima surat yang ditulis tangan juga rasanya lebih menyenangkan daripada harus mendengar orang berbicara tidak karuan karena sulit menyampaikan suatu hal. Hihihi.

Saya tidak suka menulis, tapi saya juga tidak benci menulis. Membaca lebih menyenangkan, menurut saya. Tapi anehnya, setelah saya selesai dengan suatu bacaan, saya ingin menulis. Entah ingin menulis apa, tiba-tiba ingin menulis saja.  Menulislah saat kamu ingin menulis, mungkin begitu singkatnya. Selamat menulis! 
Oleh   : Githa Madani Rachmadia
Kelas :  X IPA 4  

Ada momen ketika
Sinar matahari mampu menyentuh sang pelangi
Ada momen ketika
Senyum damai mampu menyinari seisi bumi

Momentum yang berpadu
Menciptakan haru dibalik belenggu
Menyentuh dasar kalbu
Membuai khayalan sendu

Kita akan kembali
Berteduh dibawah pohon dan ranting 
Yang bergoyang bersama semilir angin
Mengisahkan drama bahagia dan tragedi duka

Hujan akan menghapus segala lara
Dan pelangi membawa kisah berwarna
Berputar dibawah pelukan langit

Menatap dunia

Aku Yakin dengan Tulisanku...

Oleh : Admin Penulismanda

Malam hari ini terasa begitu membosankan, hanya berkutat dengan Tugas tugas yang menumpuk yang harusku selesaikan, jam dinding kamarku menunjukkan pukul 09.00 , tubuhku mulai lelah tapi entah kenapa aku tidak ingin tidur, dari pada suntuk aku membuka laptopku, dan sambil menunggunya menyala aku pergi ke dapur dan membuat sebuah kopi, ini adalah rutinitas yang sebenarnya tidak cukup baik, aku kembali dan mendapatkan laptopku yang sudah mulai bisa dioperasikan aku meneguk sedikit kopiku yang masih hangat sambil membuka-buka folder apa ada film yang harus aku tonton, ternyata hasilnya nihil, sangat membosankan sekali dan aku kemudian mematikan lagi laptopku, “ah sial” pikirku karena aku sudah membuat kopi dan aku tidak bisa tidur, kemudian aku ingat sewaktu kemarin aku diberikan sebuah buku oleh ayahku, lebih tepatnya seperti buku memo atau semacamnya, bentuknya hitam seperti buku deathnote.

Aku mulai membuka buku tersebut, buku ini sepertinya sudah lama tapi tidak pernah dipakai oleh ayahku sehingga memberikannya padaku, aku sendiri bingung mau kuapakan buku ini, aku hanya melihat kertas-kertas putih kosong belum ada satupun tinta didalamnya masih bersih, kertas-kertas ini membuatku melamun aku membayangkan bahwa kertas-kertas ini adalah seorang manusia yang masih bersih ibarat bayi yang belum punya dosa, kemudian aku membayangkan pena adalah sebuah tindakan, aku membayangkan pena itu terus menulis di kertas tadi, menulis apa adanya tanpa ada tekanan atau keraguan, apabila ada kesalahan atau tulisan yang salah, pena itu mengabaikannya dan tetap menulis entah berapakali pena tersebut melakukan kesalahan tapi tetap dia menghiraukannya dan membuat kertas putih tadi jadi berisi tulisan-tulisan yang kotor dan jelek tapi ada juga diantara tulisan-tulisan tersebut yang bagus dan bermakna bahkan membuat tulisan-tulisan kotor tadi terlupakan, itu seperti manusia yang berbuat salah tapi dia mengabaikannya tetapi setelah itu menggantinya dengan perbuatan-perbuatannya yang baik, dan hasil akhirnya tergantung kepada isi tinta pena tersebut kapan akan berkahir aku sebut itu usia, bila sebuah pena itu berakhir dengan tulisan-tulisan yang jelek mungkin kertas tersebut akan dibuang ke tong sampah yang aku bayangkan adalah neraka bagi kertas, tetapi jika pena itu berakhir dengan menghasilkan tulisan yang bermakna pena kertas tersebut akan disimpan bahkan mungkin dipajang tanda kertas tersebut sangat dihargai dan aku bayangkan itu surga.

Setelah membayangkan itu aku kemudian mengambil sebuah pena dari tasku, aku mulai ingin mencoba menuliskan beberapa tulisan dilembaran-lembaran kertas ini, aku mulai berharap tulisanku akan berakhir dengan bagus sehingga dapat dipajang, aku mulai membayangkan kalau aku menulis tentang sebuah cerita fantasi yang sangat bagus seperti cerita Harry Potter yang dibuat J.K Rowling, atau aku akan menulis sebuah autobiography hidupku yang mungkin bisa membuat orang-orang kagum seperti biography Abraham Lincoln yang sangat dikagumi dan dihargai banyak orang , atau mungkin aku akan membuat tulisan-tulisan yang didalamnya terdapat sebuah cara-cara atau  tips-tips melakukan sesuatu seperti Tips mengerjakan UN dan soal SBMPTN dengan cepat dan tepat yang tidak pernah aku pedulikan siapa pengarangnya. Tak disangka aku tersenyum sendiri membayangkan imajinasi ku yang kemana-kemana tapi aku senang akan hal itu, kemudian aku mencoba menuliskan beberapa kata dan aku tidak ingin menghapusnya akan kubiarkan seperti itu, bukannya seorang penulis harus menghargai tulisannya biarpun tulisannya ada yang salah? , sebagai gantinya aku harus menuliskan hal-hal yang sangat bagus kedepannya, bukannya seorang penulis professional akan melakukan itu? , aku kemudian membayangkan bagaimana seorang penulis seperti J.K Rowling, Conan Doyle, DEE, Eichiro Oda, Masashi Kishimoto, Orizuka dan yang lainnya dapat membuat tulisan yang sangat menarik bagi setiap orang, bahkan pembacanya dapat masuk dan berimajinasi seperti mereka tokoh utama dalam cerita tersebut, apakah itu mukzizat? Atau hanya sebuah keburuntungan? Mungkin jawabannya harus kutemui sendiri , tanpa sadara aku kembali tersenyum, lalu kemudian aku berfikir seperti apa tulisan yang bagus dan dapat disukai banyak orang, aku mulai bermimpi aku ingin menulis dimana tulisanku akan merubah hidupku, dimana tulisanku akan dihargai banyak orang, dimana tulisanku ini bisa menjadi sangat terkenal, tapi lebih dari itu aku ingin tulisankau ini bermakna bagi setiap orang, aku ingin tulisanku ini menjadi sebuah penyemangat bagi banyak orang , dan aku ingin dimana tulisanku ini dapat merubah hidup seseorang, tidak usah banyak tulisan mungkin cukup beberapa kalimat yang sangat berarti dan bermakna seperti kata Detektif Conan “tidak ada kasus yang tidak bisa dipecahkan”, atau seperti kata Luffy “aku akan menjadi raja bajak laut” atau seperti kata-kata Naruto “Jalan Ninjaku” , hanya beberapa kata tapi itu bisa menjadi penyemangat bagi beberapa orang, aku ingin membuat tulisan yang seperti itu, aku ingin tulisanku bisa merubah sesuatu yang buruk menjadi lebih baik, aku ingin merubah hidupku dengan tulisanku, aku ingin merubah orang-orang yang ada disekelilingku dengan tulisanku, aku ingin Tulisanku bisa merubah Negaraku, dan Aku ingin Tulisanku dapat merubah Dunia ini kearah yang lebih baik, tidak salah bukan? Bukannya kita bebas menuliskan sesuatu , aku ingin apa yang aku tulisankan bisa bermakna , apakah kau tidak yakin? Tapi aku sangat yakin, aku yakin dengan kekuatan Tulisan, aku yakin sebuah Tulisan dapat merubah Dunia, aku ingin membuat Tulisan tersebut.

Tanpa sadar aku telah membayangkan hal-hal tersebut dengan sangat lama, aku hanya tersenyum, aku mulai mengantuk dan pada akhirnya yang aku tulisankan pada lembaran kertas putih tadi adalah

                        “ AKU YAKIN SEBUAH TULISAN DAPAT MERUBAH DUNIA”


Aku kemudian menutup buku tersebut, aku simpan buku tersebut di laci meja bersama dengan penanya, aku kemudian berbaring diranjangku dan memulai menutup mataku sambil berdoa, dan berkhayal aku akan membuat Tulisan tadi menjadi kenyataan, Aku yakin itu. Dan sepertinya aku lupa menghabiskan kopiku.

Mimpi

Oleh  : Fasya Hadiyana 
Kelas : X IPA 4 

Mimpi...
Sesuatu yang ingin kita capai...
Suatu hasrat yang muncul dalam benak kita...
Muda, tua, anak-anak, semuanya memiliki mimpi dalam hidup mereka...
Mimpi adalah suatu impian...
Suatu cita-cita yang ingin dicapai...
Perjuangan dan Pengorbanan akan kita lalui dalam menggapai mimpi...
Mimpi adalah tujuan dalam hidup...
Tidak adanya mimpi berarti tidak adanya tujuan dalam hidup...
Bermimpilah setinggi langit...
Jangan menyerah!!!
Tunjukkan kita bisa mencapai mimpi kita!!!
Apapun halangan dan rintangan yang menghadang janganlah menyerah pada mimpi!!!
Mimpi adalah awal menggapai kesuksesan..
Jangan takut bermimpi!!!

Karena pada akhirnya kesuksesan akan menanti...

Senyum Biru

Oleh  : Aulia D Putri
Kelas : X IPA 2 

Kala itu langit mendung dan mentari tak menampakkan wajahnya nan indah. Ia tak bersinar seperti pagi-pagi biasanya. Entah apa yang dipikirkan sang mentari hingga ia enggan memberikan sebagian cahayanya untuk bumi ini. Tapi suasana tersebut tak mengurungkan niat Biru untuk tetap pergi ke sekolah.

Biru. Gadis berambut panjang ini bukan berasal dari keluarga berada. Ia hidup serba kekurangan di sudut kota yang kumuh dan bisa disebut tak layak untuk ditinggali. Setiap pulang sekolah, ia membantu ibunya berjualan tanpa kenal lelah. Warung kecil-kecilan inilah mata pencaharian keluarga Biru. Ayahnya telah meninggal semenjak Biru berada di Taman Kanak-kanak.

Jarak rumah Biru memang cukup jauh, tak heran jika Biru menjadi langganan amarah guru piket. Tak jarang pula Biru mendapat hukuman menulis karangan tentang pentingnya menghargai waktu. Beruntung Biru senang menulis, sehingga ia mudah menyelesaikan hukumannya. Entah sudah berapa puluh kali Biru mendapat teguran dari wali kelasnya. Bahkan beasiswanya hampir dicabut dikarena ia tak pernah datang tepat waktu. Tetapi apa daya, meskipun ia berlari ke sekolah, tetap saja ia terlambat. Ia tak memiliki kendaraan, naik angkutan umum pun tak bisa. Terkadang uang saku ia tak dapat pula.

Menulis selalu membuat Biru tenang. Biru suka tulisan. Tulisan itu indah, tulisan tak pernah berisi kebohongan menurutnya. Ia tak peduli meski harus menulis disetiap lembaran buku lusuhnya. Tulisan itu bagai udara bagi Biru. Semua anak disini tahu, Biru mendapatkan beasiswa dikarenakan tulisannya. Goresan pena serta imajinasinya mampu membuat pembaca hanyut dalam tulisannya. Tak heran jika Biru diikutkan kembali dalam perlombaan menulis cerpen tingkat nasional.

Walaupun Biru senang bersekolah disini, tetapi kebahagiaan Biru belum lengkap karena ia tak memiliki teman. Ia selalu berpikir apalah arti seorang teman. Ia memang tak percaya teman, ia sudah cukup menderita dengan mempercayai teman. Kenangan buruk terus menghantui Biru sehingga ia selalu menyendiri. Memang benar ia kesepian, tapi ia tak butuh teman. Ia hanya butuh sesuatu yang menguatkannya agar tetap disini sampai lulus, yaitu tulisannya.

Sampai suatu hari Noona, salah satu teman sekelas Biru mengetahui penyebab terlambatnya Biru selama ini. Rumah Noona pun ternyata tak begitu jauh dari Biru, ia beberapa kali menawarkan tumpangan pada Biru tetapi selalu ditolaknya. Biru seakan tak ingin dunia luar memasuki kehidupannya. Ia betah berlama-lama dalam kesendirian, bahkan ia tampak menikmati saat-saat sendirinya dengan bersenandung kecil sambil menuliskan imajinasinya.

Entahlah, semua anak di kelasnya menganggap Biru misterius. Biru tak pernah mau diajak ke kantin atau belajar kelompok. Ketika bicara pun pandangannya kosong, menatap ke bawah, bahkan jawabannya seringkali tak sesuai topik. Biru tak pernah tersenyum, entah apa yang dipikirkan Biru tentang teman-temannya. Ia terlalu sibuk dengan tulisan, sering kali ia mengasingkan diri di tengah ramainya ruang kelas. Memori pahit tentang pertemanan masih melekat di benaknya. Mentalnya belum cukup kuat untuk merasakannya kembali. Keberaniannya belum cukup untuk dekat dengan orang lain di sekitarnya.  Pengalaman masa lalunya terlalu gelap untuk ia selami kembali.

Tak ia pedulikan perhatian beberapa orang temannya. Baginya itu semua hanya perhatian palsu. Tak ia pedulikan simpati beberapa temannya. Baginya semuanya hanya didasari rasa kasihan. Dan ia berpikir ia tak butuh dikasihani. Hanya tulisan yang menguatkannya, yang ia butuhkan saat ini adalah ide-ide cemerlang yang mengalir agar ia bisa mengirimkan karyanya untuk diikutsertakan lomba menulis cerpen tingkat nasional. Menulis dan menulis, itulah kegiatan Biru beberapa hari ini. Berkali-kali ia berganti topik karena ia tak menemukan ide. Ia bingung harus bertanya pada siapa, ia tak punya teman. Temannya kini adalah tulisan, tapi ia masih berkutat dengan imajinasinya. Waktu hanya tinggal 2 hari lagi tetapi ia belum menuliskan apapun. Ia takut jika ia tak menyelesaikan tulisan ini beasiswanya terancam dicabut.

Keesokan harinya ia kembali terlambat masuk sekolah. Kini wali kelasnya sudah tak bisa menahan kesabarannya lagi. Sebagai hukumannya, Biru di skors dari sekolah. Sungguh tak terbayang olehnya bagaimana reaksi orang tuanya ketika mengetahui ia mendapatkan hukuman seperti ini. Biru keluar dari kelas dengan air mata menitik di pipinya. Ia tak sanggup lagi membendung kesedihannya. Ia di skors, ia belum sempat pula menyelesaikan tulisannya. 

Tiba-tiba dari dalam kelas Noona berlari menghampirinya. Namun Biru tak peduli. Ia masih hanyut dalam kepiluannya. "Biru... Jangan menangis. Aku mengerti perasaanmu" ucap Noona mengelus rambut panjang Biru yang terurai. Namun Biru tak menjawab apapun ia hanya meneruskan tangis isak pilunya. Noona mencoba menghiburnya namun Biru tetap menangis tak terpengaruh dengan celoteh panjang Noona. Akhirnya Noona mengumpulkan segenap keberaniannya untuk berbicara pada wali kelasnya. Ia kembali masuk ke kelas dan meninggalkan Biru terduduk sendiri disana.

"Teettt" bel berbunyi tanda waktu pulang tiba. Noona dengan cepat berlari menghadap wali kelasnya. Mencoba bernegosiasi. Beberapa menit berlalu wali kelasnya akhirnya mengerti. Noona keluar ruangan dengan hati lega. Berita baik ini harus ia beritahu pada Biru. Biru pasti sangat senang mendengarnya. 

Sebelum pulang Noona pergi mengunjungi rumah Biru. Biru sedang duduk melamun dihalaman rumahnya. Ia tak melakukan apapun, buku lusuh dan pena yang biasa ia genggam tak ada disana. Noona duduk di samping Biru. "Biruu aku punya kabar gembiraa." Ucapnya riang. Namun Biru hanya memanglingkan mukanya menatap Noona dengan pandangan kosong. "Kamu ga jadi di skors. Aku tadi bilang sama ibu wali kelas." Mendengar itu matanya langsung berbinar. "Benarkaahh?" Ucap Biru riang. Noona mengangguk meyakinkan Biru. Dengan spontan Biru memeluk Noona erat "Makasih Noona." Ucap biru. Noona membalas pelukan Biru. Tapi tiba-tiba Biru terdiam kembali. Noona heran melihatnya, ditatapnya Biru dengan pandangan penuh harap agar Biru sedikit terbuka terhadapnya. "Percuma saja aku tak jadi di skors Noon, beasiswaku akan segera dicabut." Ucap Biru lirih.
"Kenapa harus dicabut, Bir? Besok pagi aku akan jemput kamu, kamu ga akan terlambat lagi."  
"Aku belum menyelesaikan tulisanku, Noon. Aku gatau harus menulis apa. Aku ga bisa ikut lomba lagi."
"Aku tau kamu berbakat, aku yakin kamu bisa Bir. Tulisanmu itu penuh kejujuran, karena itu semua orang suka. Ayo kita buat tulisan, aku akan bantu kamu cari ide." Ucap Noona seraya menarik tangan Biru.

Akhirnya Biru berhasil menyelesaikan tulisannya. Wali kelasnya tersenyum puas karena tulisan Biru terkesan sangat nyata. Biru pun sudah tak terlambat lagi. Berkat Noona, kini Biru sadar teman temannya tulus memberikan perhatian dan simpati padanya. Ia sadar pengalaman masa lalunya seharusnya ia jadikan pelajaran bukan ketraumaan yang mendalam.

Pahlawan dibalik Layar

Oleh : Agtika Purwanto
Kelas : XI IPA 3

Jurnal atau jurnallistik sangat akrab dengan wartawan, fotografi, majalah, majalah diding. Jurnal bermain dengan pena dalam dunianya. Sepintas peranan jurnal agak membayang di balik menarik dan hebohnya setiap berita dan seni-seni hasil karya para tangan dan otak kreatif seorang jurnalistik. Memang sepintas juga gambaran tentang jurnalistik adalah crew dari segala macam acara pengetahuan, berita, history dsb. Yang terbayang hanya seorang yang terlalu banyak mencari tahu tentang segala sesuatu, mebawa-bawa kamera, membawa note’s dan menuliskan berita, bahkan terkesan menyebalkan. Ada satu sisi yang mungkin tidak tersadarkan di mata masyarakat, satu peran yang tak tak tersadarkan dari seorang jurnalistik yaitu pahlawan di balik layar. Pahlawan identik kuat dengan perjuangan dan jasa bagi banyak orang atau suatu kejadian yang bersejarah dan terukir lalu dikenang. Pahlawan kemerdekaan dengan segala tumpah darahnya membela negara Indonesia hingga merdekanya. Guru pahlawan tanpa tanda jasa yang berjuang memepertahanka kualitas pendidikan bangsa pada pemuda-pemudi calon pemimpin di masa depan dari masa ke masa. Seorang polisi, tentara, dokter mereka semua adalah pahlawan yang terukir di setiap perjuangan mereka.Siapa yang mengukirnya di mata dunia? Publik pun dapat tahu dan membaca bagaimana detail perjuangan mereka lewat majalah, koran dan televisi dengan ringkas dan dapat dijadikan suatu sejarah.. Disinilah mulai terasa tidaknya peran pahlawan di balik layar bagi para jurnalis yang telah membawa kisah-kisah dan gambar-gambar sejarah dengan perjuangan seorang jurnal untuk dikemukakan di muka publik. Kita semua bisa lihat banyak perjuangan seorang jurnal yang berjuang mendapatkan informasi penting bagi masyarakat mulai dari pengorbanan waktu,biaya,tenaga bahkan nyawa.Melalui tulisan yang mendokumetasi setiap kejadian, terasakah itu semua bagi publik yang sudah dapat menikmati hasil jerih payah mereka yang biasanya hanya bertepuk tangan bangga dan memuji hanya dari tampak depannya saja tanpa bertepuk tangan bagi pejuang yang telah membuat dan mendapatkan hasil yang membanggakan dan bernilai guna penting dari karya tulisnya yang berdasar fakta opini,tentunya butuh perjuangan sampai di muka publik .

Sadarkah saat setiap orang sedang menonton suatu berita di televisi, seperti cotohnya berita tentang “Amuk Masa yang Mendemo Depan Gerbang Gedung Pemerintah”, akankah bisa melihat secara detail saat pendemo mengamuk dengan melempar batu,membawa benda tajam bahkan senjata api, terfikirkah bagaimana proses pengambilan gambar pada saat tragedi itu terjadi sampai ke halayak. Betapa berbahayanya situasi di tengah amuk masa yang membabi buta dengan berbagai senjata berbahaya di tangan mereka. Tetapi siapakah yang turun tangan langsung ke tengah emosi yang tak terkendali tersebut ? Turun langsung tanpa membawa persenjataan ataupun pelatihan bela diri di tengah amuk masa hanya untuk memberikan suatu berita yang berguna bagi masyarakat ? Disinilah peran jurnalistik sebagai pahlawan. Jurnalistik yang merekam semua kejadian di tengah ketidakpuasan masyarakat pada pemimpinnya, jurnalistik yang berusaha menyampaikan langsung pada para pemimpin yang terduduk pada kursi mereka yang mendengar suara rakyatnyapun tidak sama sekali karena pengamanan dan tertutup oleh tembok dan deruh suara mesin penyejuk ruangan mereka sampai tak bisa mendengar suara rakyatnya di luar sana yang berteriak menyampaikan aspirasi mereka dengan panas terik matahari yang menimbulkan emosi dan kekerasan. Jurnalis turun ke tengah mereka,ikut merasakan, mengambil semua gambaran emosi mereka dan di sampaikan melalui televisi berharap mereka yang terduduk itu dapat melihat langsung dan tergoyahkan hatinya. Terfikirkah betapa bahayanya pengambilan gambar di tengah amuk masa tersebut ? Terfikirkah betapa perjuangan jurnalistik untuk merangkum semuanya dengan berbagai teror dari pihak yang merasa dirugikan atas tindakannya ? Tidak.  Padahal dengan adanya berita di majalah,koran,televisi dengan jerih payah jurnalistik dapat mengubah dunia bagi para pembaca ataupun pendengarnya, tapi itu hanya di balik layar. Seorang jurnalistik yang sesak hatinya saat melihat ada sesosok anak yang memiliki kemampuan tapi jauh dari dunia pendidikan yang memadai sering mengangkat kisah anak-anak kurang beruntung hingga mereka dapat bantuan. Contohnya seperti acara-acara yang membahas kisah anak negeri di pelosok-plosok nusantara. Jurnalistik akan ke sana mengikuti seputar perjalanan hidup mereka, merekam dan mencatat hingga sampai ke mata para dermawan yang dapat membantu. Terfikirkah bagaimana perjuangan untuk sampai ke pelosok wilayah yang sangat jauh dan tinggal bersama mereka berbagi cerita dan membantu hingga mereka dapat mendapatkan hak pendidikan ? Tidak. Pada saat suatu tragedi yang menghakimi keadilan seseorang di meja hijau, jurnalistik akan menayangkan kecurangan yang ada di balik semuanya hingga semua orang dapat menilai dan meihat sampai membantu. Terfikirkah betapa berbahayanya membela pihak yang benar dari pihak yang salah dan akan balas dendam ? Tidak. Tidak sedikit para jurnalis yang meninggal saat mereka sedang menjalankan tugas mereka. Ada yang tertembak di medan perang saat ingin memberikan informasi keadaan di sana, dan pulang tinggal nama. Ada yang di hakimi saat mengambil fakta yang seharusnya dibela. Ada yang dimasukkan ke dalam penjara karena berbagai tuduhan pelecehan nama baik. Ada yang sampai bertahun-tahun terpisah dari keluarganya untuk merangkum suatu berita ilmu pengetahuan dan banyak lagi. Itulah jasa jurnalis yang tidak begitu dirasakan banyak orang. Pertanyaan kecil, bayangkan dunia tanpa jurnalistik ! Mungkin banyak jurnalis yang nakal dengan tulisannya demi kedudukan dalam redaksi, karena di dimensi manapun akan selalu ada hitam dan putih, behati-hatilah, pena adalah senjata mematikan yang dapat menaklukan dunia sekalipun. Tulisan, sekedar goresan tinta dari ujung pena di atas secarik kertas, tapi setiap goresan apabila tidak sekedar goresan, sebuah tulisan dapat berupa ekspresi, kreativitas, imajinasi, mungkin tulisan memang hanya sekedar hitam diatas putih tapi bagi tulisan yang dibuat dengan penyampaian tersendiri, dapat lebih berwarna dari lukisan, dapat lebih bersuara dari musik, dapat hidup dan mengubah pola pikir seseorang.

Apa sebenarnya tulisan? Tulisan adalah mimpi,

Tulisan adalah harapan,tulisan adalah emosi, tulisan adalah cinta, tulisan adalah harta Banyak orang bertepuk tangan saat melihat ke depan layar tanpa menoleh ke balik layar. Tapi itulah jurnalistik yang akan selalu menjadi pahlawan di balik layar dan memberikan yang terbaik untuk masyarakat. Cobalah untuk lebih menghargai tulisan.






Sahabat Semati

Oleh : Shelly Ila Amalia
Kelas : X IPA 4

Sebening embun di pagi hari
Serindang pohon di siang hari
Sedingin angin di malam hari
Sejernih air dari mata air
Sahabatku adalah embun
Mampu menyuburkan hatiku yang sendu
Sahabatku adalah pohon
Mampu memayungkanku dari terikanya matahari
Sahabatku adalah angin
Ada disetiap waktuku
Sahabatku adalah air
Mampu menghilangkan dahaga diri
Hari ini kudengar dari telepon yang berdering
Setega itu kau pergi dariku?
Setega itu kau memberiku duka?
Ombak yang kejam bisa mengelabuhimu

Tapi tidak untuk kenangan kita

Enjoy Batavia

Oleh : Elysa Meilani 
Kelas : X IPA 1

Batavia
Sebuah nama yang melegenda
Dalam sejarah menuai memory yang terus menggebu
Dirinya begitu manis menawan hati
Namanya mengharum mewangi bak bunga melati
Pesonanya takan pernah pudar
Namun ketika ku ingat lagi, Batavia ku dulu…
Temanku si hijau berjejer dengan bahagia bersama keluarganya
Kalau ku buka lagi kalbu pikiranku
H2O begitu gembiranya menelusuri arus
Terngiang bahwa ternyata dahulu
Tak kujumpai si penghancur itu
Berbadan besar, tinggi, berkilau, kuat dan parahnya lagi dia memakan ozonku!
Membantai si hijau! Mengambil tempat si H2O!
Apa yang akan H2O lakukan? Dia murka!
Batavia mungkin bukan tempat ku
Tetapi surga bagi sebagian orang
Oh tidak aku salah! Melainkan bagi banyak makhluk hidup
Bahkan bagi pemimpin yang berjanji akan atasi kemurkaan H2O
Sekalipun bagi masyarakat yang gemar membuang sampah dengan suka hati kemanapun dimanapun dan kapanpun
Bagi para milyarder yang selalu membangun si penghancur itu
Bagi warga yang selalu menyalahkan pemerintah
sekalipun bagi pemerintah blusukan dengan pamrih
Kini H2O tidak dapat terbendungi amarahnya! Mereka nomaden!
BYUR!!! Banjir telah tiba
Mengapa mengeluh?
Ketika para pelajar bisa libur belajar
Ketika para karyawan bisa cuti bekerja
Ketika nelayan bisa berlayar kapan saja dimana saja
Ketika bisa mandi gratis tanpa harus bayar
Ketika bisa berselancar bebas, kenapa harus pergi ke laut?
Ketika bisa berenang gratis, kenapa harus sewa kolam renang?
Ketika bisa melakukan arum jeram sekarang, kenapa harus tunggu waktu berlibur?

ENJOY BATAVIA

FAQ (Frequently Asked Question)

Apa itu "Penulis Smanda"?
Penulis Smanda adalah sesi menulis bersama dengan tema tertentu. Tujuannya jelas, yaitu untuk membangkitkan semangat menulis #smandacivil. Tulisan paling menarik dari setiap tema akan diumumkan via  @smandamagazine. 

Gimana sih cara ikutannya?
Mudah, tinggal lihat tema yang diumumkan lewat twitter @smandamagazine. Kemudian kirim tulisan kamu via email ke penulismanda@gmail.com. Nanti tulisanmu akan kami pampang di sini. Oh ya, setiap tulisan yang masuk ke redaksi akan memeroleh kesempatan yang sama untuk menjadi "Best of Session" lho. Ayo buruan, follow akun twitter kami, dan pantau tema apa yang muncul setiap minggunya! :)
*PS: Sstt, setiap 2 bulan, 2 karya terbaik akan dimuat di majalah kesayangan kita, SIM. Kapan lagi bisa nampang di majalah sekolah? Hehehe.

Panjang tulisan? Bentuk tulisan?
Gak usah ribet sama urusan format tulisan! Bebas kok kakak. Tulis aja apa yang muncul di benak kamu, yang menarik menurut kamu, dan pastinya akan menarik juga buat orang lain. Bisa nulis dengan gaya 'dear Diary', versi artikel, versi cerita pendek, versi monolog hasil kontemplasi pemikiranmu, versi kisah petualangan, puisi, surat cinta, bahkan sampai rangkuman catatan belajar pun akan kami terima. :) 

Diseleksi ga tuh tulisan yang masuk blog?
Oh, tentu enggak ada donk. Karena semangat kita adalah masturwriting, alias menulis untuk bersenang-senang dan mengekspresikan diri sekaligus menambah produktivitas dan eksistensi. Seleksi baru akan dilakukan untuk memilih tulisan mana yang akan menjadi "Best of Session" dan tulisan yang dimuat di SIM. Tapi, SANGAT DIANJURKAN #smandacivil menulis dengan tata bahasa yang rapi agar nyaman dibaca semua orang yaaa. :) 

Ada syarat khusus untuk bisa berpartisipasi?
Pastinya, harus #smandacivil donk! Boleh siswa yang masih aktif, alumni, atau guru. Selama suka menulis dan mau mengembangkan semangat masturwriting di kalangan #smandacivil, akan kami terima dengan tangan lebar setiap karyanya. Jangan lupa informasikan semangat menulis #smandacivil ini ke teman-temanmu yaaa. ;)

Harus punya blog?
Gak harus. Yang penting punya tulisan yang bisa dikirimkan ke meja redaksi. :)



#smandacivil yang masih aktif sebagai siswa wajib berpartisipasi gak sih?
Tenang, tidak berpartisipasi dalam blog ini bukan sebuah perbuatan dosa kok. #smandacivil yang masih aktif sebagai siswa enggak wajib untuk mengirimkan tulisan ke sini. Kalau kalian lebih memilih menyimpan buah tulisan kalian dalam buku diary atau menulis di tembok kamar juga enggak apa-apa. Asalkan jangan ditulis di tembok kelas ya, hihi. Tapi, kalau kalian mengirim tulisan ke sini, tentunya hasil karya kalian bisa dinikmati dan diapresiasi oleh orang lain. Yah, itung-itung menjaring fans sebelum nantinya menjadi penulis terkenal :D

Kalau #smandacivil yang ikut ekskul jurnalistik wajib gak?
Nah, khusus untuk #smandacivil yang bergabung di ekskul jurnalistik, menulis di blog ini hukumnya fardhu 'ain. Alias diwajibkan. Bukannya mau membedakan, tapi setiap tulisan #smandacivil peserta ekskul jurnalistik akan dinilai. Nilainya buat apa? Ya buat ditaro di raport donk, hehehe.