Oleh: Aulia D Putri
Kelas: X IPA 2
"Fyuhh", terdengar helaan nafasku setelah berlari dari gerbang tepat sebelum bel berbunyi. Aku segera berlari ke kelas agar tak terlambat semenit pun dalam pelajaran Miss Flo. Aku tak peduli meskipun wajahku memerah dan beberapa kali aku hampir terjatuh karena menabrak orang. Tujuanku satu, tak ingin dihukum oleh Miss Flo. Beruntung saat aku datang Miss Flo belum ada di kelas. Ann, teman sebangkuku langsung bersorak saat melihatku di depan pintu. Dengan segera aku duduk dan mengatur nafasku agar tak terengah-engah.
Aku berpikir keras pelajaran apa lagi yang akan beliau berikan kepada kami. Tiba-tiba Miss Flo masuk dan membagi kami dalam 8 kelompok. Dalam hati aku mengutuk Miss Flo karena menempatkanku 1 kelompok dengan Sharom, anak misterius di kelas. Beruntungnya, aku masih sekelompok dengan anak lain, yaitu Danny dan Joe. Setelah itu, kami diberi tugas untuk meneliti keadaan lingkungan sekitar dan melaporkannya dalam bentuk explanation text. "Ahh, tugas macam apa ini", pikirku dengan perasaan tak karuan.
Saat istirahat, Sharom menghampiri mejaku.
"Rachel, hari ini kamu ada kegiatan ga? Ke rumahku yuk, di rumahku ada taman yang bisa jadi bahan untuk tugas Miss Flo", tanya Sharom dengan hangat.
"Ehm.. Ga ada. Oke, kita kerjakan sepulang sekolah ya", ucapku dengan jawaban sekenanya.
Aku masih tak percaya dengan ajakan Sharom, kupikir iya anak misterius. Ternyata ia bisa ramah juga, ah sudahlah mungkin ia sudah sadar kalau ia perlu mencari teman, pikirku menerka-nerka.
Sepulang sekolah, kelompokku pergi ke rumah Sharom. Tak ku sangka, ternyata ia tinggal di perumahan elite. "Wajar saja kalau di rumahnya terdapat taman yang indah", ujarku dalam hati. Banyak hal tentang Sharom yang tak kuketahui sebelumnya terjawab disini. Hari ini seakan hari dimana aku terus ternganga melihat keseharian Sharom. Awalnya aku mengabaikannya, tapi setelah ia banyak berceloteh aku pun terlena dan ikut mengomentari celotehannya. "Sharom ternyata asyik", pikiranku melayang mengingat kejadian di mobil.
Sambil menunggu Sharom, Danny dan Joe bermain video games di ruang keluarga, sementara aku diminta menunggu di kamarnya. Tiba-tiba mataku tertuju pada botol unik berwarna merah dan biru. "Mungkin isinya ramalan", pikirku sekenanya. Aku segera mengambil isi botol berwarna biru yang ternyata isinya lebih banyak. Aku membuka gulungan kertas itu dengan harapan mendapat ramalan yang baik. "Hari ini Bella baik sekali memberiku sebagian dari isi bekalnya", dengan bingung aku mencoba membuka isi gulungan kertas kedua. "Senyum Rachel padaku hari ini manis sekali, aku senang ia mau berteman denganku".
Aku mulai menyadari bahwa gulungan kertas itu merupakan diary Sharom. Entah sejak kapan Sharom sudah berada di belakangku. Aku merasa bersalah dan segera membereskan kedua botol tersebut. Sharom terdiam dan tiba-tiba tersenyum "Kamu baca isi gulungan itu ya?", tanya Sharom pelan. "Iya, maaf ya. Ku pikir itu ramalan", ucapku yang disambut dengan kebisuan Sharom. Pikiranku kacau dan dengan spontan aku membatalkan kerja kelompok hari ini dengan alasan sudah ditelepon mama.
Keesokan harinya, aku tak berani menatap Sharom. Aku masih bingung bagaimana harus bersikap padanya. Sepulang sekolah, Sharom memberiku surat. Anehnya, Sharom tak marah padaku, bahkan ia mengajakku ke pantai. Aku masih tak mengerti namun aku mengangguk tanda setuju saat Sharom memberi kode tentang jawaban suratnya. "Ahh, sabtu ini akan jadi hari yang berat untukku", ucapku dalam hati.
Hari sabtu pun tiba, aku dan Sharom pergi ke pantai yang kebetulan jaraknya 30 menit perjalanan dari rumahku. Kami sibuk dengan pikiran masing-masing dan tak bicara sepatah kata pun dalam mobil.
Di pantai, Sharom mengeluarkan kedua botol yang berisi diary itu. Aku pun tercengang dan berpikir bahwa Sharom akan marah padaku.
"Aku mengajakmu kesini untuk menjelaskan isi botol ini", ujar Sharom memecah keheningan.
"Kedua botol ini adalah diaryku. Yang merah berisi keburukan dan yang biru berisi kebaikan. Aku membuat diary dalam botol agar aku bisa membuang jauh-jauh kenangan burukku. Kalau aku kesal pada kalian, aku membuka botol biru ini agar aku ingat kebaikan kalian sehingga kemarahanku reda", jujur Sharom.
"Maaf aku membacanya", ucapku penuh rasa penyesalan.
"Tak apa, lupakan saja. Aku tahu kamu tak bermaksud begitu. Nah ayo kita buang botol merah ini, tak baik menyimpan keburukan orang terlalu lama", ajak Sharom sambil menarikku untuk berlari di sepanjang bibir pantai.
Senin, 31 Maret 2014
Ingin Jadi Apa?
Oleh : Fasya Hadiyan Aprilingga
Kelas : X IPA 4
Dunia ini begitu luas
Sangat luas, hingga aku merasa bingung
Bingung menentukan arah kemana aku akan pergi?
Bingung mencari sesuatu yang aku senangi?
Bingung apa yang harus aku lakukan nanti?
Bergunakah aku di masa nanti?
Apa semua itu akan berarti dalam hidupku?
Ingin jadi apa aku nanti?
Bergunakah?
Atau hanya sia-sia?
Sedangkan Aku?
Oleh : Shelly Ila Amalia
Kelas : X IPA 4
Kita memang berbeda
Dilihat dan didengar
Kita memang berbeda adanya
Kamu dingin, aku panas
Aku dingin, kamu nyaman
Saat matahari sedang semangatnya memancarkan sinar yang ku puja-puja
Walaupun ku puja-puja
Matahari tetap mengganggu suhu badanku
Kamu selalu membiarkan tubuh lemahmu diselimuti udara AC
Sedangkan aku?
Saat matahari lelah lalu bulan siap menggantikannya
Udara dingin pun siap menggantikan udara panas
Lagi-lagi kamu membiarkan tubuh lemahmu meniduri kasur yang lunak
Bahkan kain tebalmu juga meindungimu dari dinginnya malam
Sedangkan aku?
Indonesiaku yang sekarang
Oleh : Prameswari K
Kelas : X IPA 4
Di zaman modern ini sulit kujumpai sosok pahlawan bangsa
Yang selalu mengatasnamakan tanah air Indonesia
Yang selalu mementingkan kepentingan bangsa
Kemana orang-orang itu?
Yang banyak kujumpai adalah para pembunuh bangsa
Dan lebih tragisnya para pembunuh bangsa kita
Sesungguhnya adalah kita sendiri
Lihatlah para koruptor
Yang seenaknya mengambil hak orang lain
Lihatlah para pengemis
Yang rela berpura-pura menjadi gembel
Sungguh tragis kondisi Indonesia
Kemiskinan
Kejahatan
Kelaparan
Serta ketidak adilannya para pemimpin bangsa
Akankah Indonesia benar-benar merdeka
Akankah Indonesia tidak akan dijajah lagi oleh bangsanya sendiri
Semua itu tergantung pada kita semua
Kelas : X IPA 4
Di zaman modern ini sulit kujumpai sosok pahlawan bangsa
Yang selalu mengatasnamakan tanah air Indonesia
Yang selalu mementingkan kepentingan bangsa
Kemana orang-orang itu?
Yang banyak kujumpai adalah para pembunuh bangsa
Dan lebih tragisnya para pembunuh bangsa kita
Sesungguhnya adalah kita sendiri
Lihatlah para koruptor
Yang seenaknya mengambil hak orang lain
Lihatlah para pengemis
Yang rela berpura-pura menjadi gembel
Sungguh tragis kondisi Indonesia
Kemiskinan
Kejahatan
Kelaparan
Serta ketidak adilannya para pemimpin bangsa
Akankah Indonesia benar-benar merdeka
Akankah Indonesia tidak akan dijajah lagi oleh bangsanya sendiri
Semua itu tergantung pada kita semua
Bahagia?
Oleh : Githa Madani Rachmadia
Jadi sesungguhnya, apa defines dari kebahagiaan? Menurut saya bahagia itu relatif.
Makna bahagia bagi setiap orang tidak mungkin sama. Makna bahagia bagi saya dan kamu pasti berbeda.
Bagi saya bahagia itu sederhana. Tidak perlu sesuatu
yang mewah atau spektakuler.
Bagi saya, duduk dibalik jendela kedai kopi
favorit pada sabtu pagi ditemani secangkir hot light sweet vanilla latte itu membahagiakan.
Terlebih dengan pemandangan jalan protokol kota Jakarta yang
tidak pernah jauh dari keramaian.
Atau mungkin bangun pagi di setiap hari minggu,
melihat matahari sudah duduk tenang di langit, keluar kamar dan menghirup aroma kopi
hitam papa, lalu beranjak menuju rumah Tuhan juga membahagiakan.
Definisi bahagia bagi saya tidak complicated.
Menurut saya bahagia merupakan kebutuhan mutlak setiap mahkluk hidup. Jadi,
mengapa untuk mencapai bahagia saja dipersulit?
Manusia yang
tidak bahagia itu menurut saya adalah manusia yang
gagal dalam hidup.Saya memandang hidup adalah wahana untuk bersenang - senang.
Life's hard. So what? Chew harder.
Life's bitter. So what? Use your mind and add
some sweety sugar.
Don't give too much fucks, and you'll find
your own definition of happiness eventually.
Ceritaku
Oleh : Ditya Puteri
Kelas : X MIA 9
Kelas : X MIA 9
Aku duduk terdiam di kasur, sambil memandang langit-langit kamar yang tinggi. Seharusnya ini membuatku tenang, tapi aku malah merasa sesak. Terlalu banyak masalah yang kudapatkan belakangan ini. Entah kenapa segala sesuatu serasa berteriak dan menantang kepadaku. Rasanya seperti anjing yang menggonggong ingin bertengkar engan seorang kucing, tapi bukan hanya satu ekor, namun beberapa anjing. Aku merasa kasihan pada lamunanku sendiri, bagaimanapun juga kucing itu terasa menyedihkan. Dan rasanya aku mengerti.
Aku mencoba menghela nafas secara teratur, alih-alih merasa tenang, aku merasa lebih sesak lagi. Marah, sedih, kecewa, frustasi, dan benci, segalanya bergejolak didalam menjadi satu. Bagaimana bisa semua hal bisa berjalan seburuk ini. Apa mereka semua mencoba mengujiku, melihat seberapa besar kekuatanku.
Menguji...
Yah, ini ujian. Tapi ujianpun seharusnya ada batasnya. Aku bisa saja meledak saat ini. Marah pada semua orang, yang begitu egois dan tidak mau mengalah, marah akan semuanya.
Kenapa harus ada ujian jika aku merasa aku sudah cukup kuat? Aku memandang langit-langit lagi, dan sesuatu muncul di benakku. Diatas langit masih ada langit. Aku tersadar, ujian ini datang semata-mata untuk membuatku lebih kuat lagi, bukan untuk mengetes sejauh mana kekuatanku. Dan kapan akhirnya langit akan habis, kapan saat diatas langit tidak akan ada langit lagi, pikirku. Dan jawaban dengan sendirinya datang, saat kita sudah tidak bisa melihat langit lagi. Mati.
Yah, itu pasti. ujian akan selalu datang, dan semata-mata untuk membuatku makin kuat dan dewasa.
Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang? Membiarkan semua orang tahu tentang perasaanku agar aku merasa lebih tenang? Tapi bagaimana caranya? Haruskah aku berteriak dan marah, agar akhirnya semua orang sadar, bahwa aku sudah tidak tahan lagi? Haruskah aku melampiaskannya begitu saja?
Tunggu, apa tadi tujuan ujian-ujian ini? Ah ya, untuk membuatku lebih kuat dan dewasa. Jika aku melampiaskannya begitu saja, itu malah membuat masalah semakin pelik. Kekanak-kanakan.
Aku tahu apa yang harus aku lakukan, bersabar dan berusaha sebaik mungkin. Mengurung diri di kamar bukanlah usaha yang terbaik. Namun keluar dari sini dan menghadapi semuanya dengan senyuman, itu baru namanya heroik.
Aku bangun dari kasur, berjalan ke pintu. Aku menghela nafas panjang. Ini yang terbaik, pikirku. Saat melangkah keluar, aku bisa merasakan senyuman di wajahku. []
Minggu, 23 Maret 2014
Tema 31 Maret 2014
Dear #smandacivil.
, gimana tulisan-tulisan di edisi 22 Maret kemarin? Puaskah? dan apa ada smandacivil yang telat ngirim tulisannya? jangan bersedih ayoo kita mulai lagi membuat karya untuk Edisi 31 Maret 2014 tentunya dengan tema yang berbeda dong....
Ada yang Tau apa temanya ?
Kalau Kemarin Temanya adalah "Awal" lalu apakah untuk edisi selanjutnya temanya "Akhir" ? engga dong ... untuk edisi 31 Maret 2014 #Penulismanda akan ngasih Tema Bebas/tidak ditentukan ... jadi #smandacivil bisa menulis dan berkarya dengan bebas tanpa ada tema , tapi nanti tetap ya sesuai aturannya biar gampang hehehe ... tapi inget loh harus karya sendiri jangan copas ...
Jadi...
ditunggu ya kreatifitas dan karya-karya #smandacivil.. kembangkan kreatifitasnya teman-teman jangan takut untuk berkarya
...
ada yang nanya waktu pengiriman tulisan & Deadline #penulismanda kapan?
Waktu
Pengirimannya yaitu dari mulai sekarang, dan Deadlinenya Hari Senin
pukul 12.00 WIB , cukup lama kan ? jadi #smandacivil punya waktu bukan
nyari inspirasi buat bikin tulisannya...
Selamat Berkarya #smandacivil !
VIVA SMANDA!
Sabtu, 22 Maret 2014
Tidak ada Akhir
Oleh : Admin Penulismanda
“Awal” …
Aku Kembali membuka buku yang diberikan oleh ayahku,
sekarang aku berhasrat untuk menulis lagi pada buku ini, aku sedikit bingung
untuk menuliskan apa yang aku ingin tulis aku hanya berpikir untuk memulai
sesuatu pasti ada awalnya, bukan hanya sebuah cerita tapi segala sesuatu pasti
mempunyai awal, ngomong-ngomong soal cerita aku sangat suka dengan sebuah
cerita, cerita apapun baik itu cerita dongeng, fiksi, film apapun yang
mempunyai jalan cerita. Oke aku menemukan sebuah ide untuk tulisanku kali ini.
Apakah Kalian Pernah berpikir lebih lanjut tentang sebuah
cerita? Misalnya ketika sebuah novel yang sudah selesai kalian baca dan novel
tersebut berakhir dengan happy ending dengan tokoh utamanya, apakah kalian
pernah berpikir lagi bagaimana kehidupan tokoh tersebut setelah cerita itu
tamat? , apakah ketika seorang Harry Potter berhasil membunuh Voldemort yang
merupakan musuh bebuyutannya maka setelah itu Harry Potter akan terus bahagia? Apakah
ketika Seorang Holmes berhasil memecahkan kasus sulit lalu setelah itu dia
merasa puas dan bahagia terus? Apakah ketika seorang Snow White yang telah
menikah dengan seorang Pangeran dan berhasil membunuh ibunya yang jahat lalu
dia hidup bahagia setelah itu? Apakah kalian pernah memikirkan itu? Kalau saya
sendiri sering melakukannya, mungkin hal ini agak sedikit aneh tapi disinilah
hal yang unik… ketika sebuah cerita fiksi telah selesai ditulis oleh pengarang
aslinya dengan hasilnya yang Happy Ending/Sad Ending kita bisa membayangkan
lebih lanjut kehidupan tokoh-tokoh di dunia fiksi setelah cerita itu? Lalu kapan
berakhir? Itu tidak Akan Berakhir sampai kalian semua berhenti berimajinasi…
Imajinasi itu adalah Awal dari segala sesuatu , mungkin
kalian tidak asing dengan kata-kata : “Hidup
Berawal dari Mimpi” … dan saya
setuju dengan itu … selama kita bermimpi semua hal dapat terjadi dan disaat
itulah kita bisa melebarkan sayap kita dan terbang setinggi-setingginya , itu
adalah Awal dari segalanya dan bukan Akhir dari sebuah cerita… Tidak Ada sebuah
Akhir, bahkan kematian bukanlah akhir, bahkan Kiamatpun bukanlah akhir,
bukannya dari situ kita akan membuka lembaran baru dan melakukan sesuatu yang
baru … jadi menurut saya tidak ada sebuah akhir yang ada adalah Awal dan
Selanjutnya…
Bisakah
Oleh : Amalia Ramadhani
Kelas : X IPA 7
Katanya, kalau
awal yang baik itu bagus. Bisa memotivasi. Tapi, menurutku tidak juga kok.
***
Setiap aku
melihat ke arah beberapa piala itu, aku menjadi semakin merasa kesal dan benci
terhadap semua hal. Aku menjadi sangat pemarah ketika hanya melihat piala itu.
Piala yang dulu aku banggakan. Aku pamerkan kepada setiap teman-teman di
sekolah. Karena piala itulah aku menjadi siswi yang terkenal satu sekolah.
Bahkan beberapa siswa dan siswi dari sekolah lain pun tahu tentang diriku.
***
Aku sangat cinta
kepada dunia seni. Secara spesifik, aku sangat suka dengan melukis. Entah apa
yang membuat aku sangat menggemari kegiatan ini. Melukis itu sama saja dengan
bercerita. Tetapi dengan sebuah gambar. Bukan hanya gambar asal-asalan. Tetapi,
dengan cara menghayati objek itu sendiri.
Aku pernah
mengikuti perlombaan melukis se-sekolah. Itu adalah pertama kali aku mengikuti lomba melukis. Aku dibujuk Yuri untuk mengikuti lomba
itu. Karenanya, maka aku pun mengikuti kegiatan itu.
Setelah mengikuti, ternyata aku dapat juara ke-1. Waaah aku sangat bahagia dan
bangga. Begitu juga dengan Yuri, dia senang aku dapat juara. Yuri dapat juara
ke-3. Memang lukinsannya bagus. Piala pertamaku aku simpan di yang paling ujung
lemari.
Juri-juri senang
dengan lukisanku. Beberapa bulan kemudian ada lomba di tingkat kota dengan
perwakilan sekolah. Aku diajak guru-guru untuk mengikuti lomba tersebut.
Sebenarnya, bukan hanya aku saja. Tera dan Yuri pun sebagai juara 2 dan 3
diikutkan pada lomba itu.
Lombanya sangat
meriah. Para peserta terlihat sangat antusias terhadap perlombaan ini. Aku kira
banyak sekali yang lebih dari kehebatan aku. Tapi, memang benar. Banyak dari
sekolah lain yang melukis lebih indah dariku.
Tanpa
disangka-sangka, aku dapat juara satu. Aku sangat bangga. Bangga sekali. Semua
guru dan teman-temanku juga senang karena perwakilan sekolahnya mendapatkan
juara pertama.
***
Karena pernah
mengikuti lomba melukis se-kota, aku menjadi pede untuk mengikuti lomba yang
lainnya. Walaupun, lomba-lomba itu Yuri yang mengajak. Aku mengikuti lomba
melukis dengan tema yang bermacam-macam. Dan hasilnya? Aku selalu mendapat
juara kalau enggak 1, 2, atau 3. Sedangkan Yuri selalu dibawahku.
Sejak pertama
sampai yang terakhir kali mengikuti lomba aku selalu menang, aku menjadi anak
yang sombong, angkuh, dan suka mengejek teman-teman. Mereka menjadi tidak suka
padaku. Bahkan aku pernah mendengar Tya anak kelas atas mendo’akan aku agar aku
tidak memenangkan lomba yang aku ikuti. Setelah mendengar itu, aku langsung
menghampiri Tya dan menghujat Tya dengan kata-kata yang sangat tidak pantas
diucapkan. Tya langsung meminta maaf dan air matanya bercucuran sangat deras.
Parahnya, aku
mengejek sahabatku sendiri. Yuri. Aku bilang
‘lukisanmu
sangat tidak berbudaya, tidak punya sisi seni, tidak ada bagus-bagusnya sedikit
pun, yang ada hanyalah sampah!’
Yuri membalasnya
dengan senyuman. Jelas-jelas aku sudah kejam sekali kepada Yuri, dialah yang
mengajakku untuk mengikuti setiap lomba. Dan kalau Yuri tidak mengajakku untuk
mengikuti lomba itu, aku tidak akan pernah mendapatkan juara apapun. Aku bukan
apa-apa tanpa dia.
Aku
juga bilang kepda Yuri, kalau dia itu tidak pantas untuk mengikuti lomba-lomba
yang seperti aku ikuti. Lomba-lomba itu terlalu keren untuknya
Tapi apa yang
aku lakukan pada Yuri? Mengejek lukisannya! Aku ini memang bukan teman. Dan aku
sekarang memang tidak punya teman satu pun. Mereka menghindar. Mereka menjauh.
Aku sendirian. Sepi. Tidak ada teman. Yang ada hanyalah lukisanku. Tidak hanya itu. Guru-guru
pun menjadi sinis terhadapku.
***
Suatu
ketika aku kalah diperlombaan tingkat nasional. Yuri menang walaupun jura ke-2,
tetap saja yang namanya se-nasional pasti bergengsi. Yuri menghampiriku dan menghiburku.
Aku sangat malu padanya. Padahal, aku sudah mengejeknya.
Kalau aku bisa
kembali ke awal, aku ingin tidak juara saat perlombaan di sekolah. Aku ingin awal yang buruk bukan yang baik. Awal yang baik
membuatku menjadi sombong. Aku ingin awal yang buruk supaya aku bisa belajar
dari hal yang buruk dan berubah menjadi lebih baik.
Dimulai Dari Akhir
Oleh: Adinda P. Rahayu
Kelas: XI IPA 7
Awal
itu permulaan. Awal itu bagaimana suatu cerita dimulai. Bagaimana penulis
mengenalkan latar belakang kejadian sebelum pembaca kenalan dengan pokok
masalah. Iya, awal itu bagaimana cerita kita dimulai. Awal itu selalu bagian di
mana aku bercerita tentang bagaimana semua kebetulan-kebetulan itu
mempertemukan kita. Bagian di mana pertemuan kita menjadi awal ceritaku. Awal itu
sesuatu yang baru.
Tapi,
awal? Haruskah awal ditempatkan di depan? Haruskah awal selalu ditaruh sebagai
bagian pertama dari sebuah cerita? Maksudku, ceritaku tentang kita saja aku
mulai sejak kamu masih bersamanya. Saat kamu masih sibuk menulis kisah kalian
yang manis, romantis, indah, semua yang aku anggap sempurna. Saat kamu masih
sayang padanya… ah, mengapa aku membahas ini?
Ceritaku
tentang kita tidak diawali dengan awal kisah kita. Bahkan ketika kamu sudah
mengakhiri kisahmu, menyudahi semua kenangan-kenangan indah bersamanya, kamu
memulai kisah baru. Yang pasti bukan denganku. Justru kisah kita baru dimulai tepat
setelah aku mengakhiri kisahku sebelum kamu. Akhir dari kisahku adalah awal
dari kisah kita.
Kamu
pernah nonton serial televisi “How I Met
Your Mother”? Serial itu tentang Ted Mosby, seorang arsitek, yang
menceritakan bagaimana dia bertemu dengan istrinya kepada anak-anaknya. Ted
sudah bertemu dengan puluhan wanita, memacari banyak perempuan, tapi tak
satupun adalah jodohnya. Sementara teman-teman gengnya, Lily Aldrin, Marshall
Eriksen, Robin Scherbatsky, Barney Stinson, yang kebetulan (dan anehnya) saling
berpasangan, Ted masih sendiri. Setelah sekian lama mencari-cari si “tulang
rusuk” ini, dia ingin menyudahinya saja. Tapi, justru ketika Ted mengakhiri
pencariannya itu, dia bertemu dengan jodohnya. Lihat? Akhir dari pencariannya
adalah awal dari pertemuan mereka, dan awal dari kisah mereka.
Mungkin
suatu hari aku akan menulis jurnal dengan judul “How I Met Your Father”. Oh, ya, kamu pasti akan kutulis di buku
itu. Begitupun mereka yang aku temui sebelum kamu. Dan mereka yang kutemui
setelah kamu. Mungkin aku akan bertemu kamu lagi. Mungkin juga tidak, tapi
siapa tahu? Yang pasti akan kukatakan pada anakku kelak sebelum mereka membaca
jurnalku itu adalah bahwa awal jurnalku hanya akan menjadi awal jurnalku. Tapi,
sisi baiknya adalah ketika jurnalku berakhir, akhir itulah yang akan menjadi
awal bagian cerita lainnya.
"AWAL", Satu Kata Penuh Makna
Oleh : Ditya Puteri
Kelas : X IPA 9
Kelas : X IPA 9
Kata "Awal" sudah tidak asing di
telinga kita. And yes, sekali lagi, satu kata
yang sederhana ini penuh dengan makna. I mean, penuh makna disini bukan berarti
ambigu. Tapi kata yang berarti dalam hidup kita, kata
yang penting on every pages of our life, kata
yang bermakna bagi kita. Hidup kita dimulai dengan "Awal". Lagi-lagi
si "awal" ini yang muncul. Why this word always show up in front
of our eyes?
The answer is, setiap langkah yang kita ambil
pasti adalah sebuah "Awal". Setiap pilihan yang kita ambil pasti
adalah sebuah "Awal". Awal inilah, yang menentukan kehidupan kita,
dan Awal inilah yang menentukan 'Akhir' juga.
I mean, contohnya saat kita baru masuk SMA,
itu berarti awal yang baru. Atau bahkan hal yang mungkin gak pernah terlintas
di benak kita, saat ruh kita pertama kali dihembuskan kepada janin ibu kita,
"Awal" hidup kita dimulai.So basically, this word is the starter; kata pertama dalam setiap chapter hidup kita.
Awal yang baik, selalu diikuti dengan Akhir
yang baik, and well begitupun sebaliknya,
Awal yang buruk akan diikuti dengan Akhir yang buruk. Terus gimana kalau
misalkan kita memilih "Awal" yang buruk, lalu akhirnya kita sadar
bahwa itu salah dan akirnya kita memilih untk berubah? Like I said before, setiap pilihan yang kita ambil
adalah sebuah "Awal". Mungkin awal yang kita pilih buruk, dan
akhirnya adalah saat kita sadar bahwa "Awal" yang kita pilih itu
salah, that's the ending, regrets and sorry.
Lalu akhirnya, kita memilih "Awal" yang baru lagi, yaitu untuk
berubah menjadi lebih baik.
Don't you think it's true? "Awal" mungkin kata yang
sepele, but the meaning is the most important one,
kaalu kita mau membuka mata kita, akan hal kecil sekalipun.
So, why this word always show up in
front of our eyes?
Karena "Awal" adalah kata pertama yang kita torehkan dalam hidup kita.
Karena "Awal" adalah kata pertama yang kita torehkan dalam hidup kita.
Karena "Awal", adalah satu kata yang penuh makna.
Langganan:
Postingan (Atom)