Oleh : Menikha Maulida
@menikha
Hidup dalam keterpurukan. Lagi lagi aku harus makan nasi aking tanpa lauk apa-apa. Mungkin paling bagus ya hanya dengan garam saja. Itupun rasanya nikmat sekali bagiku dan keluargaku. Makan daging ayam dalam setahun hanya satu kali. Bahkan, terkadang tidak sama sekali. Sedih sekali. Aku terlahir dalam lingkup keluarga miskin. Ayahku seorang pekerja serabutan. Terkadang ia pergi berkeliling untuk menawarkan coet buatan tetanggaku, atau pergi ke gunung untuk memecah batu. Hasilnya tak seberapa, hanya seribu lima ratus per harinya. Untuk makan saja sudah sangat sulit sekali. Ibuku tidak bekerja. Padahal, aku mempunyai dua orang adik yang masih kecil. Kasihan, mereka butuh susu untuk pertumbuhan. Tapi, uang darimana? Aku sering menangis. Aku tidak kuat lagi. Aku ingin seperti orang lain yang bisa merasakan nikmatnya hidangan makanan, pakaian bagus dan rumah mewah. Rumahku kosong. Hampa tak berisi. Hanya tikar untuk alas tidur aku dan kedua adikku. Sedangkan Ayah dan Ibu tidur dengan tidak beralaskan apa-apa.
Malam itu, pukul 20.00 WIB, hujan turun deras. Angin berhembus kencang. Awan menghitam dengan sambaran petir yang sangat dahsyat sehingga membuatku terbangun dari lamunanku. Di saat seperti ini, paling pas kalau aku duduk dekat jendela sembari melongok kea rah luar menikmati hujan itu. Terlihat jelas tetanggaku sedang menonton televisi. Jujur, aku ingin sekali punya televisi. Sejak aku sadar hidup di dunia ini, ayahku tidak pernah membelikanku televisi. Ayah bilang, dia tidak punya uang untuk membelinya. Aku merasa orang paling bodoh. Tak ada sedikitpun pendidikan secara langsung yang ku dapatkan selama ini, sekolah saja tidak. Aku sudah putus sekolah sejak kelas 1 SD. Bisa dibayangkan, aku hanya mengerti menulis huruf A sampai Z lalu menulis angka 1 sampai 10. Membaca tidak bisa apalagi menghitung. Mau jadi apa aku besar nanti? Aku sering menanyakan itu dalam hati. Setahu aku pada waktu itu, televisi sangatlah penting. Televisi bisa memberikan informasi serta berita aktual tajam dan terpercaya. Selain itu, aku bisa melihat hiburan yang ada di dalam televisi. Sungguh nikmat Allah yang luar biasa jika aku bisa mempunyai televisi. Hanya televisi ya hanya televisi.
“Tuhan, ku mohon kabulkan doaku. Aku ingin sekali membeli televisi. Aku juga ingin menjadi anak bangsa yang cerdas. Aku tidak mau tertindas,” doa yang ku panjatkan setelah salat. Setiap hari aku panjatkan doa itu kepada Tuhan. Tak hentinya bibirku terus berucap seperti itu. Tak hentinya juga Ayah menyuruhku untuk bersabar. Semua akan indah pada waktunya apabila kita bersabar. Kata-kata itu yang selalu aku ingat. Suatu saat, aku pasti jadi orang kaya, mempunyai televisi dan bisa sekolah lagi. Indahnya hidup ini apabila aku merasakan itu.
Bisa kita simpulkan, televisi adalah medium yang sangat bagus untuk membagi informasi dan bahan pendidikan kepada masyarakat secara luas. Teknologi terbaru termasuk komputer dan Internet sudah menjadi pilihan utama untuk teknologi pendidikan, dan ada beberapa orang yang kira televisi adalah teknologi lama. Tetapi, potensi Televisi Pendidikan untuk membawa pendidikan ke semua masyarakat di mana mereka duduk, belum begitu tercapai. Masih banyak orang miskin yang membutuhkan pendidikan. Tidak hanya seacara tatap mata melainkan melalui media masa. Diharapakan pemerintah bisa bertindak tegas akan hal ini. Pikirkan orang lain, jangan pikirkan perut dan tubuhmu sendiri, masih banyak orang yang membutuhkan.