Sabtu, 12 April 2014

Terbaik

Oleh  : Amalia Ramadhani
Kelas : X IPA 7

Pagi ini terasa lebih segar dari sebelumnya. Embun-embun yang biasanya bersembunyi, kini menampilkan dirinya supaya terlihat eksis. Ku rasa, dia ingin juga kelihatan dan merasa dinikmati oleh orang-orang. Embun juga ingin dipuji layaknya pelangi yang selalu dinyanyikan anak-anak kecil. Eh tapi, apakah jaman sekarang masih ada anak-anak kecil yang menyanyikan lagu sesuai dengan umurnya? Ku rasa hanya sedikit saja. Sekarang, anak-anak tumbuh lebih cepat menjadi orang dewasa. Mungkin, mereka akan sangat cepat keriput! Haha.
Bukan hanya embun yang ingin eksis di pagi ini. Ada para semut pekerja yang sudah berjajar sedang hilir mudik mencari-cari kebutuhan untuk kelangsungan hidup mereka bersama. Aku iri pada mereka. Sepagi ini mereka sudah giat bekerja? Sedangkan aku, sekarang kerjaanku hanyalah melihat sekitar. Padahal, seharusnya aku mandi untuk pergi ke sekolah. Aku heran pada diriku sendiri. Bukan diriku saja yang heran pada diriku sendiri. Tapi, Ibu dan Ayah juga heran kenapa anak tunggalnya ini sangat malas padahal sebentar lagi akan menempuh ujian.
Ujian memang sangat menyebalkan! Apalagi, proses menuju ujian itu lebih menyebalkan. Teman-teman, sebagian besar dari mereka juga merasa sama sepertiku. Yaa, maklum usia kita sama dan kebanyakan pikiran kita juga hampir sama. Kami adalah siswa dan siswi kelas 12 yang akan menempuh ujian. Aku sih santai saja. Tidak perlu dibawa repot deh!
Ah, aku hampir lupa. Aku belum mandi dan aku harus berangkat ke sekolah!
***
Seperti biasa, pukul 7.30 pasti sekolah sudah sangat ramai. Ada yang berjalan santai dan ada juga yang berlarian. Biar ku tebak, yang lari-lari itu pasti anak-anak yang tadi malam belum mengerjakan tugas sedangkan sekarang jarum jam sudah menunjukkan angka 7.30. Yaa maklum sajalah. Aku juga pernah, umm.. bahkan sering. Dan di kelas juga pasti sudah ribut. Ribut nggak jelas gitu deh! Tapi aku suka kelas ini.
Sesampainya di kelas, aku langsung menaruh tas lalu bergabung dengan Dicko, Leo, dan Sam. Mereka adalah sahabat paling aku sayangi. Ahh so sweet. Entah karena apa, mungkin takdir kita selalu sekelas semenjak kelas 10 hingga sekarang kelas 12. Nggak nyangka deh bisa menjadi bagian dari orang-orang gila seperti mereka.
‘Tumben telat. Kenapa bro?’ Tanya Leo dengan gayanya yang seperti biasa. Sok gaul.
‘males aja datang pagi. Lagian mau ngapain coba pagi-pagi disini? Nggak ada kerjaan!’ jawabku.
‘Halaah! Kamu hanya beralasan saja Mar. Kamu pasti sedang memikirkan sesuatu, kan? Cerita dong dengan kami. Kita kan sudah seperti keluarga kan?’ Tanya si Dicko.
‘aduh, kalian ini masa nggak percaya sama temen kalian yang paling ganteng ini hah?’ jawabku sambil menaikkan kedua alisku.
‘hueks! Kamu memang pandai sekali memuji dirimu sendiri Mar.’ balas Sam dengan muka nyebelinnya.
‘eh, kita bikin kelompok belajar yuk? Kita kan sebentar lagi akan UN. Persiapan gitu deeeh!’ kataku. Mereka tercengang. Apa aku salah bicara seperti itu?
‘Nggak nyangka aku Mar sama kamu! Seorang Marcel Pratama gitu loh. Guys, aku nggak mimpi kan nih?’ balas Sam. Sumpah ini si Sam ekspresi wajahnya nggak biasa banget. Nyebelin abis. Dia kira aku nggak bisa berubah apa.
‘emang wajahku terlihat bercanda, Sam?’ Tanyaku dengan mata sinis.
Mereka hanya geleng-geleng. Manusia juga kan bisa berubah..

Ya, sudah beberapa bulan kami belajar berkelompok. Bahkan, anggotanya juga semakin banyak. Anak-anak dari kelas lain pun ikut. Aku berubah menjadi orang yang lebih, ekhem giat. Belajar kami tidak asal-asalan. Kami serius belajar dengan tekun. Karena, ada Rendi sang master matematika dan fisika, Kelly sang master biologi dan kimia, serta Vera sang master bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Bersyukur deh punya teman satu kelas para master.
***
‘udah tahu beritanya?’
Hah? Berita apaan?
‘apaan sih?’
‘itu loh. Kamu mau ikutan? Aku kasih diskon deh kalau kamu ajak yang lain.’
Ikutan? Diskon? Kayak lagi jualan di online shop nih mereka.
‘hmm.. gimana yaa, aku juga harus mikir-mikir dulu Jo.’
Tuh, kan bener.
‘yaudah, kalau udah fix langsung kabari aku ya! Dan kalau bisa kumpul di rumahku ya.’
Eh, jualannya harus kumpul dulu kali ya.
‘oke’
Sejak kapan aku menjadi menguping orang-orang berbicara? Aku tidak peduli ah, sekarang aku pedulinya hanya pada ujian. Yaaa, sekitar beberapa hari lagi. Semangat!
‘eh Mar, kamu mau ikutan nggak?’ Tanya Rino. Loh, dia ngajak aku untuk ikutan jualan di online shop? Aku kan lagi focus ke ujian masa haru ngurus online shop sih?
‘hm.. aku nggak tau nih No. Soalnya, aku nggak tau bagaimana caranya.’ Jawabku. Yaa aku memang tidak tahu bagaimana caranya.
‘nanti aku yang ajarin kamu deh Mar. teman-teman kelasmu juga ikutan, kok. Nanti pulang sekolah kamu datang aja ya ke rumah Joni ya.’ Hah? Teman-teman sekalas juga banyak yang ikutan? Selain saingan di kelas masa kami harus bersaing di online shop juga?
‘ah.. Oke deh.’ Jawabku dengan masih heran dengan ini.
Setelah pulang sekolah aku datang bersama sahabat-sahabat gilaku ke rumah Joni. Katanya, mereka juga diajak. Jadi, kami datang bersama saja. Semua sudah berkumpul katanya. Banyak juga ya calon penjual di online shop. Joni dan Rino sedang menerangkan sesuatu. Tapi aku tidak mengerti sama sekali apa yang mereka katakan sejak awal. Semua materi seperti bukan menyampaikan mengenai menjadi penjual melainkan… hal yang lain. Apakah Sam, Leo, dan Dicko tahu tentang ini? Kenapa mereka tidak member tahuku? Dan yang tadi Joni dan Rino bercakap mengenai…
***
‘Kok kalian nggak ngasih tau aku sih kalau yang tadi mereka bicarakan tentang hal lain?’ tanyaku sedikit sewot.
‘Lah ya aku kira kamu tau. Kamu ini masa nggak ngerti sih Mar?’ Dicko malah balik tanya padaku.
‘Ya mana aku tau Dick. Kalau aku tahu yang mereka bicarakan mengenai itu, aku tidak akan datang!’ jawabku tegas.
‘Semua udah tau kali tentang ini. Jadi, kamu ikutan atau nggak nih Mar?’ tanya Leo.
‘kayaknya aku nggak deh.’ Jawabku tegas lagi.
‘aku juga sempat berpikir begitu, tapi kalau dipikir lagi ada benarnya juga yang dikatakan Joni.’ Jawab Leo.
‘iya Mar. kamu kan sering banget nggak ngerjain tugas. Emang kamu ingat pelajaran apa saja yang diajarkan guru-guru?’ tiba-tiba Joni datang dan berkata seperti itu. Haduh nih anak ngapain sih.
‘aku tetap tidak Jo. Aku sudah belajar bersama teman-teman yang lain karena apa? Karena ingin sukses ujian dengan nilaiku sendiri, bukan dari orang lain.’ Jawabku lebih tegas.
‘kamu terlalu pede Mar. Kamu nge-sok gitu.’ Balasnya lalu pergi.
Apa yang aku putuskan itu salah? Aku lakukan ini karena aku tahu apa yang aku perlukan. Apa yang aku inginkan aku sudah tahu itu. Mereka saja yang tidak tahu apa-apa tentang aku. Seharusnya, mereka juga mengerti perlakuan itu tidak baik. Huh! Aku ingin menunjukkan kalau aku bisa karena diriku, bukan karena hal ini!
Kalau aku menerima, aku akan berlaku curang itu untuk selanjutnya. Aku akan menjadi manusia yang tidak baik. Apa yang aku lakukan bersama teman-teman itu adalah sia-sia kalau aku menerima ajakan itu. Orangtuaku akan kecewa. Aku ingin membuktikan aku ini bisa tanpa berlaku curang!
***
‘kalian jadi nih ikut ajakan dari mereka?’ tanyaku pada sahabat-sahabatku.
‘hm.. kamu bener Mar, maaf ya kami sudah hampir terjebak perangkap Joni dan Rino.’ Balas Sam.
‘santai aja kali Bro! Kita harus berjuang sama-sama ya!’
‘siaaaap!’ jawab mereka serentak.
***

Ujian yang telah kami lewati dengan serius dan jujur hasilnya sangat memuaskan sekali. Pilihanku dan teman-teman yang lain untuk tidak mengikuti apa kata Joni dan Rino itu benar. Sangat benar. Kalau saja kami mengikuti apa kata mereka, pasti aku akan mendapatkan nasib yang serupa dengan mereka. Ya, itu adalah pilihan terbaik.

Tidak untuk Disesali

Karya  : Fasya Hadiyan Aprilingga
Kelas   : X IPA 4
Satu... dua...
Ada pilihan yang tak harus kita sesali
Pilihan untuk dilahirkan oleh siapa?
Pilihan hidup apakah keluarga kita akan sejahtera atau tidak?
Itu semua adalah pilihan yang sudah Tuhan berikan untuk kita
Semua pilihan itu pastilah yang terbaik untuk kita
Saat di dunia ini pun
Banyak sekali pilihan yang harus kita pilih
Apakah kita akan memilih untuk menjadi orang baik atau jahat?
Menjadi orang yang berhasil ataukah sebaliknya?
Semua adalah pilihan yang harus kita teguhkan dalam hati
Pilihan yang harus membuat kita belajar dari keputasan kita itu
Pilihan yang tidak harus kita sesali
Pilihan yang harus membuat kita semangat menjalani pilihan itu
Pilihan yang walaupun membuat kita sengsara
Namun dapat membuat kita bangkit dan memperbaiki keadaan kita
Dan membuat kita berhasil mencapai pilihan kita

Memilih yang Benar

Karya : Shelly Ila Amalia
Kelas : X IPA 4

Memilih memang sulit, apalagi diantara pilihan yang akan menentukan kamu. Bahagia atau menderita, berhasil atau gagal, kaya atau miskin, disayang atau dibenci. Termasuk memlih pemimpin negara kita untuk masa yang akan datang. Mengetahui? Perlu. Mengenal? Perlu. Mengetahui siapa dan apa yang akan dilakukan oleh pemimpin kita nanti. Pilihan yang benar adalah yang kita yakini, bukan yang kata orang atau uang. Kenapa harus kata yang lain kalau kita bisa memilih sendiri?

Bimbang

Oleh: Aulia Dwi Putri
Kelas: X IPA 2

Pilihan
Aku dan kamu pasti berbeda
Ingin jadi apa?
Akankah penuh suka atau duka?
Waktu akan menjawabnya
Aku termenung dalam kesendirian
Sunyi, sepi, tanpa melodi
Haruskah aku memilih?
Mentari telah tenggelam
Rembulan pun enggan menampakkan batang hidungnya
Keheningan malam semakin menusuk
Lagi-lagi aku dibuat bimbang
Pilihan ada dalam genggamanku
Seandainya pejamanku memberi jawaban
Aku ingin terus terpejam
Dalam damai menuju pilihanku