Oleh : Amalia Ramadhani
Kelas : X IPA 7
Pagi ini terasa lebih segar dari sebelumnya.
Embun-embun yang biasanya bersembunyi, kini menampilkan dirinya supaya terlihat
eksis. Ku rasa, dia ingin juga kelihatan dan merasa dinikmati oleh orang-orang.
Embun juga ingin dipuji layaknya pelangi yang selalu dinyanyikan anak-anak
kecil. Eh tapi, apakah jaman sekarang masih ada anak-anak kecil yang
menyanyikan lagu sesuai dengan umurnya? Ku rasa hanya sedikit saja. Sekarang,
anak-anak tumbuh lebih cepat menjadi orang dewasa. Mungkin, mereka akan sangat
cepat keriput! Haha.
Bukan hanya embun yang ingin eksis di pagi ini. Ada
para semut pekerja yang sudah berjajar sedang hilir mudik mencari-cari
kebutuhan untuk kelangsungan hidup mereka bersama. Aku iri pada mereka. Sepagi
ini mereka sudah giat bekerja? Sedangkan aku, sekarang kerjaanku hanyalah
melihat sekitar. Padahal, seharusnya aku mandi untuk pergi ke sekolah. Aku
heran pada diriku sendiri. Bukan diriku saja yang heran pada diriku sendiri.
Tapi, Ibu dan Ayah juga heran kenapa anak tunggalnya ini sangat malas padahal
sebentar lagi akan menempuh ujian.
Ujian memang sangat menyebalkan! Apalagi, proses
menuju ujian itu lebih menyebalkan. Teman-teman, sebagian besar dari mereka
juga merasa sama sepertiku. Yaa, maklum usia kita sama dan kebanyakan pikiran
kita juga hampir sama. Kami adalah siswa dan siswi kelas 12 yang akan menempuh
ujian. Aku sih santai saja. Tidak perlu dibawa repot deh!
Ah, aku hampir lupa. Aku belum mandi dan aku harus
berangkat ke sekolah!
***
Seperti biasa, pukul 7.30 pasti sekolah sudah sangat
ramai. Ada yang berjalan santai dan ada juga yang berlarian. Biar ku tebak,
yang lari-lari itu pasti anak-anak yang tadi malam belum mengerjakan tugas
sedangkan sekarang jarum jam sudah menunjukkan angka 7.30. Yaa maklum sajalah.
Aku juga pernah, umm.. bahkan sering. Dan di kelas juga pasti sudah ribut. Ribut
nggak jelas gitu deh! Tapi aku suka kelas ini.
Sesampainya di kelas, aku langsung menaruh tas lalu
bergabung dengan Dicko, Leo, dan Sam. Mereka adalah sahabat paling aku sayangi.
Ahh so sweet. Entah karena apa, mungkin takdir kita selalu sekelas semenjak
kelas 10 hingga sekarang kelas 12. Nggak nyangka deh bisa menjadi bagian dari
orang-orang gila seperti mereka.
‘Tumben telat. Kenapa bro?’ Tanya Leo dengan gayanya
yang seperti biasa. Sok gaul.
‘males aja datang pagi. Lagian mau ngapain coba
pagi-pagi disini? Nggak ada kerjaan!’ jawabku.
‘Halaah! Kamu hanya beralasan saja Mar. Kamu pasti
sedang memikirkan sesuatu, kan? Cerita dong dengan kami. Kita kan sudah seperti
keluarga kan?’ Tanya si Dicko.
‘aduh, kalian ini masa nggak percaya sama temen
kalian yang paling ganteng ini hah?’ jawabku sambil menaikkan kedua alisku.
‘hueks! Kamu memang pandai sekali memuji dirimu
sendiri Mar.’ balas Sam dengan muka nyebelinnya.
‘eh, kita bikin kelompok belajar yuk? Kita kan
sebentar lagi akan UN. Persiapan gitu deeeh!’ kataku. Mereka tercengang. Apa
aku salah bicara seperti itu?
‘Nggak nyangka aku Mar sama kamu! Seorang Marcel
Pratama gitu loh. Guys, aku nggak mimpi kan nih?’ balas Sam. Sumpah ini si Sam
ekspresi wajahnya nggak biasa banget. Nyebelin abis. Dia kira aku nggak bisa
berubah apa.
‘emang wajahku terlihat bercanda, Sam?’ Tanyaku
dengan mata sinis.
Mereka hanya geleng-geleng. Manusia juga kan bisa
berubah..
Ya, sudah beberapa bulan kami belajar berkelompok.
Bahkan, anggotanya juga semakin banyak. Anak-anak dari kelas lain pun ikut. Aku
berubah menjadi orang yang lebih, ekhem giat. Belajar kami tidak asal-asalan.
Kami serius belajar dengan tekun. Karena, ada Rendi sang master matematika dan
fisika, Kelly sang master biologi dan kimia, serta Vera sang master bahasa
Inggris dan bahasa Indonesia. Bersyukur deh punya teman satu kelas para master.
***
‘udah tahu beritanya?’
Hah? Berita apaan?
‘apaan sih?’
‘itu loh. Kamu mau ikutan? Aku kasih diskon deh
kalau kamu ajak yang lain.’
Ikutan? Diskon? Kayak lagi jualan di online shop nih
mereka.
‘hmm.. gimana yaa, aku juga harus mikir-mikir dulu
Jo.’
Tuh, kan bener.
‘yaudah, kalau udah fix langsung kabari aku ya! Dan
kalau bisa kumpul di rumahku ya.’
Eh, jualannya harus kumpul dulu kali ya.
‘oke’
Sejak kapan aku menjadi menguping orang-orang
berbicara? Aku tidak peduli ah, sekarang aku pedulinya hanya pada ujian. Yaaa,
sekitar beberapa hari lagi. Semangat!
‘eh Mar, kamu mau ikutan nggak?’ Tanya Rino. Loh,
dia ngajak aku untuk ikutan jualan di online shop? Aku kan lagi focus ke ujian
masa haru ngurus online shop sih?
‘hm.. aku nggak tau nih No. Soalnya, aku nggak tau
bagaimana caranya.’ Jawabku. Yaa aku memang tidak tahu bagaimana caranya.
‘nanti aku yang ajarin kamu deh Mar. teman-teman
kelasmu juga ikutan, kok. Nanti pulang sekolah kamu datang aja ya ke rumah Joni
ya.’ Hah? Teman-teman sekalas juga banyak yang ikutan? Selain saingan di kelas
masa kami harus bersaing di online shop juga?
‘ah.. Oke deh.’ Jawabku dengan masih heran dengan
ini.
Setelah pulang sekolah aku datang bersama
sahabat-sahabat gilaku ke rumah Joni. Katanya, mereka juga diajak. Jadi, kami
datang bersama saja. Semua sudah berkumpul katanya. Banyak juga ya calon
penjual di online shop. Joni dan Rino sedang menerangkan sesuatu. Tapi aku
tidak mengerti sama sekali apa yang mereka katakan sejak awal. Semua materi
seperti bukan menyampaikan mengenai menjadi penjual melainkan… hal yang lain.
Apakah Sam, Leo, dan Dicko tahu tentang ini? Kenapa mereka tidak member tahuku?
Dan yang tadi Joni dan Rino bercakap mengenai…
***
‘Kok kalian nggak ngasih tau aku sih kalau yang tadi
mereka bicarakan tentang hal lain?’ tanyaku sedikit sewot.
‘Lah ya aku kira kamu tau. Kamu ini masa nggak
ngerti sih Mar?’ Dicko malah balik tanya padaku.
‘Ya mana aku tau Dick. Kalau aku tahu yang mereka
bicarakan mengenai itu, aku tidak akan datang!’ jawabku tegas.
‘Semua udah tau kali tentang ini. Jadi, kamu ikutan
atau nggak nih Mar?’ tanya Leo.
‘kayaknya aku nggak deh.’ Jawabku tegas lagi.
‘aku juga sempat berpikir begitu, tapi kalau dipikir
lagi ada benarnya juga yang dikatakan Joni.’ Jawab Leo.
‘iya Mar. kamu kan sering banget nggak ngerjain
tugas. Emang kamu ingat pelajaran apa saja yang diajarkan guru-guru?’ tiba-tiba
Joni datang dan berkata seperti itu. Haduh nih anak ngapain sih.
‘aku tetap tidak Jo. Aku sudah belajar bersama
teman-teman yang lain karena apa? Karena ingin sukses ujian dengan nilaiku
sendiri, bukan dari orang lain.’ Jawabku lebih tegas.
‘kamu terlalu pede Mar. Kamu nge-sok gitu.’ Balasnya
lalu pergi.
Apa yang aku putuskan itu salah? Aku lakukan ini
karena aku tahu apa yang aku perlukan. Apa yang aku inginkan aku sudah tahu
itu. Mereka saja yang tidak tahu apa-apa tentang aku. Seharusnya, mereka juga
mengerti perlakuan itu tidak baik. Huh! Aku ingin menunjukkan kalau aku bisa
karena diriku, bukan karena hal ini!
Kalau aku menerima, aku akan berlaku curang itu
untuk selanjutnya. Aku akan menjadi manusia yang tidak baik. Apa yang aku
lakukan bersama teman-teman itu adalah sia-sia kalau aku menerima ajakan itu.
Orangtuaku akan kecewa. Aku ingin membuktikan aku ini bisa tanpa berlaku
curang!
***
‘kalian jadi nih ikut ajakan dari mereka?’ tanyaku
pada sahabat-sahabatku.
‘hm.. kamu bener Mar, maaf ya kami sudah hampir
terjebak perangkap Joni dan Rino.’ Balas Sam.
‘santai aja kali Bro! Kita harus berjuang sama-sama
ya!’
‘siaaaap!’ jawab mereka serentak.
***
Ujian yang telah kami lewati dengan serius dan jujur
hasilnya sangat memuaskan sekali. Pilihanku dan teman-teman yang lain untuk
tidak mengikuti apa kata Joni dan Rino itu benar. Sangat benar. Kalau saja kami
mengikuti apa kata mereka, pasti aku akan mendapatkan nasib yang serupa dengan
mereka. Ya, itu adalah pilihan terbaik.