Senin, 31 Maret 2014

Catatan Dalam Botol

Oleh: Aulia D Putri
Kelas: X IPA 2



"Fyuhh", terdengar helaan nafasku setelah berlari dari gerbang tepat sebelum bel berbunyi. Aku segera berlari ke kelas agar tak terlambat semenit pun dalam pelajaran Miss Flo. Aku tak peduli meskipun wajahku memerah dan beberapa kali aku hampir terjatuh karena menabrak orang. Tujuanku satu, tak ingin dihukum oleh Miss Flo. Beruntung saat aku datang Miss Flo belum ada di kelas. Ann, teman sebangkuku langsung bersorak saat melihatku di depan pintu. Dengan segera aku duduk dan mengatur nafasku agar tak terengah-engah.

Aku berpikir keras pelajaran apa lagi yang akan beliau berikan kepada kami. Tiba-tiba Miss Flo masuk dan membagi kami dalam 8 kelompok. Dalam hati aku mengutuk Miss Flo karena menempatkanku 1 kelompok dengan Sharom, anak misterius di kelas. Beruntungnya, aku masih sekelompok dengan anak lain, yaitu Danny dan Joe. Setelah itu, kami diberi tugas untuk meneliti keadaan lingkungan sekitar dan melaporkannya dalam bentuk explanation text. "Ahh, tugas macam apa ini", pikirku dengan perasaan tak karuan.

Saat istirahat, Sharom menghampiri mejaku.
"Rachel, hari ini kamu ada kegiatan ga? Ke rumahku yuk, di rumahku ada taman yang bisa jadi bahan untuk tugas Miss Flo", tanya Sharom dengan hangat.
"Ehm.. Ga ada. Oke, kita kerjakan sepulang sekolah ya", ucapku dengan jawaban sekenanya.
Aku masih tak percaya dengan ajakan Sharom, kupikir iya anak misterius. Ternyata ia bisa ramah juga, ah sudahlah mungkin ia sudah sadar kalau ia perlu mencari teman, pikirku menerka-nerka.

Sepulang sekolah, kelompokku pergi ke rumah Sharom. Tak ku sangka, ternyata ia tinggal di perumahan elite. "Wajar saja kalau di rumahnya terdapat taman yang indah", ujarku dalam hati. Banyak hal tentang Sharom yang tak kuketahui sebelumnya terjawab disini. Hari ini seakan hari dimana aku terus ternganga melihat keseharian Sharom. Awalnya aku mengabaikannya, tapi setelah ia banyak berceloteh aku pun terlena dan ikut mengomentari celotehannya. "Sharom ternyata asyik", pikiranku melayang mengingat kejadian di mobil.

Sambil menunggu Sharom, Danny dan Joe bermain video games di ruang keluarga, sementara aku diminta menunggu di kamarnya. Tiba-tiba mataku tertuju pada botol unik berwarna merah dan biru. "Mungkin isinya ramalan", pikirku sekenanya. Aku segera mengambil isi botol berwarna biru yang ternyata isinya lebih banyak. Aku membuka gulungan kertas itu dengan harapan mendapat ramalan yang baik. "Hari ini Bella baik sekali memberiku sebagian dari isi bekalnya", dengan bingung aku mencoba membuka isi gulungan kertas kedua. "Senyum Rachel padaku hari ini manis sekali, aku senang ia mau berteman denganku".

Aku mulai menyadari bahwa gulungan kertas itu merupakan diary Sharom. Entah sejak kapan Sharom sudah berada di belakangku. Aku merasa bersalah dan segera membereskan kedua botol tersebut. Sharom terdiam dan tiba-tiba tersenyum "Kamu baca isi gulungan itu ya?", tanya Sharom pelan. "Iya, maaf ya. Ku pikir itu ramalan", ucapku yang disambut dengan kebisuan Sharom. Pikiranku kacau dan dengan spontan aku membatalkan kerja kelompok hari ini dengan alasan sudah ditelepon mama.

Keesokan harinya, aku tak berani menatap Sharom. Aku masih bingung bagaimana harus bersikap padanya. Sepulang sekolah, Sharom memberiku surat. Anehnya, Sharom tak marah padaku, bahkan ia mengajakku ke pantai. Aku masih tak mengerti namun aku mengangguk tanda setuju saat Sharom memberi kode tentang jawaban suratnya. "Ahh, sabtu ini akan jadi hari yang berat untukku", ucapku dalam hati.

Hari sabtu pun tiba, aku dan Sharom pergi ke pantai yang kebetulan jaraknya 30 menit perjalanan dari rumahku. Kami sibuk dengan pikiran masing-masing dan tak bicara sepatah kata pun dalam mobil.
Di pantai, Sharom mengeluarkan kedua botol yang berisi diary itu. Aku pun tercengang dan berpikir bahwa Sharom akan marah padaku.
"Aku mengajakmu kesini untuk menjelaskan isi botol ini", ujar Sharom memecah keheningan.
"Kedua botol ini adalah diaryku. Yang merah berisi keburukan dan yang biru berisi kebaikan. Aku membuat diary dalam botol agar aku bisa membuang jauh-jauh kenangan burukku. Kalau aku kesal pada kalian, aku membuka botol biru ini agar aku ingat kebaikan kalian sehingga kemarahanku reda", jujur Sharom.
"Maaf aku membacanya", ucapku penuh rasa penyesalan.
"Tak apa, lupakan saja. Aku tahu kamu tak bermaksud begitu. Nah ayo kita buang botol merah ini, tak baik menyimpan keburukan orang terlalu lama", ajak Sharom sambil menarikku untuk berlari di sepanjang bibir pantai.

Ingin Jadi Apa?

Oleh        : Fasya Hadiyan Aprilingga
Kelas       : X IPA 4
 

Dunia ini begitu luas
Sangat luas, hingga aku merasa bingung
Bingung menentukan arah kemana aku akan pergi?
Bingung mencari sesuatu yang aku senangi?
Bingung apa yang harus aku lakukan nanti?
Bergunakah aku di masa nanti?
Apa semua itu akan berarti dalam hidupku?
Ingin jadi apa aku nanti?
Bergunakah?
Atau hanya sia-sia?

Sedangkan Aku?

Oleh    : Shelly Ila Amalia
Kelas    : X IPA 4


Kita memang berbeda
Dilihat dan didengar
Kita memang berbeda adanya
Kamu dingin, aku panas
Aku dingin, kamu nyaman
Saat matahari sedang semangatnya memancarkan sinar yang ku puja-puja
Walaupun ku puja-puja
Matahari tetap mengganggu suhu badanku
Kamu selalu membiarkan tubuh lemahmu diselimuti udara AC 
Sedangkan aku?
Saat matahari lelah lalu bulan siap menggantikannya
Udara dingin pun siap menggantikan udara panas
Lagi-lagi kamu membiarkan tubuh lemahmu meniduri kasur yang lunak
Bahkan kain tebalmu juga meindungimu dari dinginnya malam
Sedangkan aku? 

Indonesiaku yang sekarang

Oleh   :  Prameswari K
Kelas : X IPA 4


Di zaman modern ini sulit kujumpai sosok pahlawan bangsa
Yang selalu mengatasnamakan tanah air Indonesia
Yang selalu mementingkan kepentingan bangsa
Kemana orang-orang itu?

Yang banyak kujumpai adalah para pembunuh bangsa
Dan lebih tragisnya para pembunuh bangsa kita
Sesungguhnya adalah kita sendiri

Lihatlah para koruptor
Yang seenaknya mengambil hak orang lain
Lihatlah para pengemis
Yang rela berpura-pura menjadi gembel

Sungguh tragis kondisi Indonesia
Kemiskinan
Kejahatan
Kelaparan
Serta ketidak adilannya para pemimpin bangsa

Akankah Indonesia benar-benar merdeka
Akankah Indonesia tidak akan dijajah lagi oleh bangsanya sendiri
Semua itu tergantung pada kita semua

Bahagia?

Oleh  : Githa Madani Rachmadia
Kelas : X IPA 4

Jadi sesungguhnya, apa defines dari kebahagiaan? Menurut saya bahagia itu relatif.
Makna bahagia bagi setiap orang tidak mungkin sama. Makna bahagia bagi saya dan kamu pasti berbeda.
Bagi saya bahagia itu sederhana. Tidak perlu sesuatu yang mewah atau spektakuler.
Bagi saya, duduk dibalik jendela kedai kopi favorit pada sabtu pagi ditemani secangkir hot light sweet vanilla latte itu membahagiakan. Terlebih dengan pemandangan jalan protokol kota Jakarta yang tidak pernah jauh dari keramaian.
Atau mungkin bangun pagi di setiap hari minggu, melihat matahari sudah duduk tenang di langit, keluar kamar dan menghirup aroma kopi hitam papa, lalu beranjak menuju rumah Tuhan juga membahagiakan.
Definisi bahagia bagi saya tidak complicated. Menurut saya bahagia merupakan kebutuhan mutlak setiap mahkluk hidup. Jadi, mengapa untuk mencapai bahagia saja dipersulit?
Manusia yang tidak bahagia itu menurut saya adalah manusia yang gagal dalam hidup.Saya memandang hidup adalah wahana untuk bersenang - senang. 

Life's hard. So what? Chew harder.
Life's bitter. So what? Use your mind and add some sweety sugar.
Don't give too much fucks, and you'll find your own definition of happiness eventually.


Ceritaku

Oleh   : Ditya Puteri
Kelas : X MIA 9


Aku duduk terdiam di kasur, sambil memandang langit-langit kamar yang tinggi. Seharusnya ini membuatku tenang, tapi aku malah merasa sesak. Terlalu banyak masalah yang kudapatkan belakangan ini. Entah kenapa segala sesuatu serasa berteriak dan menantang kepadaku. Rasanya seperti anjing yang menggonggong ingin bertengkar engan seorang kucing, tapi bukan hanya satu ekor, namun beberapa anjing. Aku merasa kasihan pada lamunanku sendiri, bagaimanapun juga kucing itu terasa menyedihkan. Dan rasanya aku mengerti.
Aku mencoba menghela nafas secara teratur, alih-alih merasa tenang, aku merasa lebih sesak lagi. Marah, sedih, kecewa, frustasi, dan benci, segalanya bergejolak didalam menjadi satu. Bagaimana bisa semua hal bisa berjalan seburuk ini. Apa mereka semua mencoba mengujiku, melihat seberapa besar kekuatanku.

Menguji...

Yah, ini ujian. Tapi ujianpun seharusnya ada batasnya. Aku bisa saja meledak saat ini. Marah pada semua orang, yang begitu egois dan tidak mau mengalah, marah akan semuanya.
Kenapa harus ada ujian jika aku merasa aku sudah cukup kuat? Aku memandang langit-langit lagi, dan sesuatu muncul di benakku. Diatas langit masih ada langit. Aku tersadar, ujian ini datang semata-mata untuk membuatku lebih kuat lagi, bukan untuk mengetes sejauh mana kekuatanku. Dan kapan akhirnya langit akan habis, kapan saat diatas langit tidak akan ada langit lagi, pikirku. Dan jawaban dengan sendirinya datang, saat kita sudah tidak bisa melihat langit lagi. Mati.

Yah, itu pasti. ujian akan selalu datang, dan semata-mata untuk membuatku makin kuat dan dewasa. 
Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang? Membiarkan semua orang tahu tentang perasaanku agar aku merasa lebih tenang? Tapi bagaimana caranya? Haruskah aku berteriak dan marah, agar akhirnya semua orang sadar, bahwa aku sudah tidak tahan lagi? Haruskah aku melampiaskannya begitu saja?

Tunggu, apa tadi tujuan ujian-ujian ini? Ah ya, untuk membuatku lebih kuat dan dewasa. Jika aku melampiaskannya begitu saja, itu malah membuat masalah semakin pelik. Kekanak-kanakan.
Aku tahu apa yang harus aku lakukan, bersabar dan berusaha sebaik mungkin. Mengurung diri di kamar bukanlah usaha yang terbaik. Namun keluar dari sini dan menghadapi semuanya dengan senyuman, itu baru namanya heroik.

Aku bangun dari kasur, berjalan ke pintu. Aku menghela nafas panjang. Ini yang terbaik, pikirku. Saat melangkah keluar, aku bisa merasakan senyuman di wajahku. []