Kelas: X MIIA 3
Ada saat dimana kita merasakan betapa lamanya waktu berjalan. Kerap kali kita melihat jam, ternyata baru lima menit waktu berlalu. Hingga suatu hari aku bertanya kepadanya.
“Hai, waktu! Kenapa kau lama sekali? Bisakah kau cepatkan lagi?”
Sang waktu tidak menjawab. Yang ada hanya sunyi dan bunyi denting jarum jam. Aku berpikir kembali, waktu berjalan begitu lambat namun terdapat pula waktu yang berjalan begitu cepat dan seringkali kita ingin kembali ke masa itu. Lalu esoknya aku kembali bertanya pada waktu.
“Waktu, bisakah kau mengembalikanku pada masa lalu? Aku tak ingin waktu sekarang, ini lama sekali.”
Waktu tetap tak bergeming. Rasanya semakin ingin aku mengendalikan waktu. Biar aku sendiri yang mengatur waktu untuk diriku. Tetapi bagaimana caranya? Aku bertanya lagi pada waktu.
“Ini yang ketiga kalinya. Aku hanya meminta, tolong berikan waktumu untuk kuatur sendiri, sehingga aku bebas menentukanmu. Memperlambatmu. Mempercepatmu. Kembali ke masa lalu. Pergi ke masa datang. Aku bisa bebas atas waktuku.”
Kali ini sang waktu menjawab.
“Kau salah. Sejak dulu aku sudah dikendalikan olehmu. Waktu tidak sekedar tahun, bulan, minggu, hari, jam, menit, ataupun detik.”
Aku mengerutkan kening, “Apa maksudmu? Jadi selama ini kau apa?”
Sambil tersenyum ia menjawab.
“Waktu adalah bagaimana suasana hatimu. Bagaimana kamu mensyukurinya. Bagaimana kamu menghargainya. Maka, mulai sekarang cobalah berteman bersama waktu.”
Mendengar jawabannya, aku jadi mengerti. Selama ini akulah yang memang mengendalikan waktu. Bagaimana waktu itu berjalan tergantung pada diriku.
“Berbahagialah dengan waktu. Dengan begitu kau dapat mensyukuri betapa berharganya waktu.”
“Hai, waktu! Kenapa kau lama sekali? Bisakah kau cepatkan lagi?”
Sang waktu tidak menjawab. Yang ada hanya sunyi dan bunyi denting jarum jam. Aku berpikir kembali, waktu berjalan begitu lambat namun terdapat pula waktu yang berjalan begitu cepat dan seringkali kita ingin kembali ke masa itu. Lalu esoknya aku kembali bertanya pada waktu.
“Waktu, bisakah kau mengembalikanku pada masa lalu? Aku tak ingin waktu sekarang, ini lama sekali.”
Waktu tetap tak bergeming. Rasanya semakin ingin aku mengendalikan waktu. Biar aku sendiri yang mengatur waktu untuk diriku. Tetapi bagaimana caranya? Aku bertanya lagi pada waktu.
“Ini yang ketiga kalinya. Aku hanya meminta, tolong berikan waktumu untuk kuatur sendiri, sehingga aku bebas menentukanmu. Memperlambatmu. Mempercepatmu. Kembali ke masa lalu. Pergi ke masa datang. Aku bisa bebas atas waktuku.”
Kali ini sang waktu menjawab.
“Kau salah. Sejak dulu aku sudah dikendalikan olehmu. Waktu tidak sekedar tahun, bulan, minggu, hari, jam, menit, ataupun detik.”
Aku mengerutkan kening, “Apa maksudmu? Jadi selama ini kau apa?”
Sambil tersenyum ia menjawab.
“Waktu adalah bagaimana suasana hatimu. Bagaimana kamu mensyukurinya. Bagaimana kamu menghargainya. Maka, mulai sekarang cobalah berteman bersama waktu.”
Mendengar jawabannya, aku jadi mengerti. Selama ini akulah yang memang mengendalikan waktu. Bagaimana waktu itu berjalan tergantung pada diriku.
“Berbahagialah dengan waktu. Dengan begitu kau dapat mensyukuri betapa berharganya waktu.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar